Kamis, 19 Juni 2008

AKU MENGENANGMU, SAAT KAU LUPAKAN AKU

Baru seperempat perjalanan kulalui
Ceceran darah lukamu masih terbaca
Meski samar, luka yang kutorehkan
Dalamnya (mungkin) dapat kurasakan

Berawal dari kisah yang berdendang
Lagu-lagu yang mengalun nan syahdu
Dengan irama gambarkan keceriaan
Waktu yang berputar iringi petualangan

Dari rindangnya pepohonan jalan
Hingga remang kamar penginapan
Dibawah panasnya terik sang surya
Dan sejuknya keremangan lampu kamar

Kuurai setiap keindahan dengan kata
Merangkai setiap syair dengan bunga
Luapan rasaku membungkam logika
Bahkan norma terhisap oleh lupa

Di pertengahan hari cerita berganti
Karena pilihan menjejakkan kaki
Di persimpangan yang tak pasti
Walau kupahat setiap obsesi

Hari ini,
Aku masih mengenangmu, meski aku yakin kau (harus) lupakan luka
Aku masih mengingatmu, meski aku tahu kau (simpan) dendam lama
Dan esok akan menjadi hari ini karena kemarin adalah masa yang tersisa

Kutanyakan pada malam setiap tetesan darah
Yang kutemukan hanya kegelapan
Kujawab pertanyaan siang atas lukamu
Silaunya cahaya membutakan mataku

Dalam gelap dan kebutaan
Samar-samar kudengar kelembutan jiwa
Bahwa hasrat membelenggu raga
Hanya dengan sebuah pertautan rasa

Kau tetap di jalanmu dengan luka yang terlupa
Tanpa (harus) menoleh pada nostalgia
Sempat kusentuh dengan bingkai ragu
Langkahmu tetap terus melaju...
...Tanpa tangis
...Tanpa tawa
...Tanpa bayangan
...Tanpa khayalan

Kau awali kembali sebuah perjalanan
Bertolak dari titik-titik keyakinan
Menapaki serpihan asa yang berserakan
...dan aku luruh dalam ikatan kenangan

Sabtu, 14 Juni 2008

TIGA PULUH EMPAT TAHUN

34 tahun terlewati
telah kuhisap setiap kenyataan
meski tak semua tertelan
bahkan ada yang terbuang
dari duka penuh luka
hingga suka bertahta bahagia
dengan tangis yang meratap
dan tawa yang mengembara
ketika embun mulai tiba
hingga cahaya meredupi senja

34 tahun terlewati
berbagai sisi tlah kuhinggapi
dengan nalar, logika bahkan hasrat
bersama jiwa yang terlepas
mengukir waktu dengan kisah
memahat sukma dengan kata

34 tahun terlewati
pertautan jiwa dan realita
tanpa janji, bukan bukti
namun bungkam sunyi
ranah mimpi yang kugelar
tak terpungut semua
hanya sejumput ambisi tertata norma

34 tahun terlewati
bingkai kecewa terpajang
bernuansa cita
bahwa esok mungkin masih berharga
entah kecupan atau raungan
dengan harga yang tak terhingga

34 tahun terlewati
hanya ingkar yang disesali
karena pilihan selalu harga mati
yang menjebak setiap langkah kaki
meski selalu aku mencoba untuk terus berlari

34 tahun terlewati
dengan nafas yang tersisa
kutelanjangi malam dan kusetubuhi siang
demi sebuah petualangan panjang
menuju keabadian yang kekal

34 tahun yang terlewati
...adalah sebuah awalan...

(Meiji Shrine Inner Garden-15 mei 08, Japan)