Sabtu, 18 April 2009

WAKTU BERKATA LAIN

dulu kau adalah bintang di sanubari
menerangi deru nafas jiwa yang kosong
memandu rekatnya jejak yang terpijak
hingga waktu berkata lain

dulu kau begitu mempesona
mengubah cara pandangku pada dunia
melukis indahnya nuansa hari
hingga waktu berkata lain

dan waktu berkata lain
saat sinarmu meredup dan pesonamu menghambar
meski senyummu masih menggurat di hati
kau biarkan aku terpancang di merahnya tanah

karena waktu ingin berkata lain

PELACUR YANG MENEMANIKU

pekat alkohol menggelapkan mata // diantara dua sisi yang berbeda // baik kiri maupun kanan // aroma libido yang menguap dari setiap kamar-kamar yang pengap // ketiadaan menjadi alasan untuk temani malam // membasah peluh yang terlaknat //

menyimpan pilu dengan tawa // mengubur harapan dengan hasrat // menuai suka walau sesaat // dari ujung malam hingga berakhir di seperempatnya // membelai penuh birahi tak berjiwa // dengan dekapan yang memendar mimpi // aku mohon temani aku untuk malam ini saja //

hanya nafas // tinggal nafas yang tersisa // membuncah diantara peluh dan desah // aku puas....//...?...?

Jumat, 27 Maret 2009

KOSONG

aku kalah // melawan realitas // menahan endapan rasa yang tafakur di ujung cakrawala // menjauh ketika kudekati dengan berlari // meski menyapa dengan tamparan penuh makna // aku kalah // tepat di sudut tatapanmu yang tajam // pada pukul 11.24 menjelang siang // semoga ini bukan cinta terbaru // yang akan kubiarkan berlalu // menguap dalam dimensi ruang dan waktu // di atas langit tak berbatas // rengkah dinding jiwa, schizopherenia, meretak terpisah dan berjarak // hingga jurang demikian menganga // kini menjadi lautan sampah // terurai bakteri hingga berguna // jamur-jamur senantiasa tumbuh di tempat sampah dan kotoran begah // semoga ini bukan cinta yang bangkit // dari keterputusasaan // bayangan harap // dan harapan berbayang // karena kemurnian terkontaminasi hasrat // yang mengekor di hidangan yang terlupakan pada menu // jika pilihan harus diakhiri // kenapa kau tetap mematung di peraduan, menanti perpanjangan waktu // dan jalanku terhalang kehangatan yang bersambut dari aura yang terpancar // biru, merah, kuning, semua keemasan // terhenti sudah aku di titik pilihan yang ingin diakhiri // kau yang hadir, dia yang diam, kamu yang menunggu // dan aku? // gelap...senyap...bersama malam kularutkan arak dalam darah // mengalir jauh dan berputar laksana bumi yang berotasi pada porosnya // tak ada jalan untuk kembali // hanya kosong tengah menyongsong // dengan deru selongsong waktu yang mengelupas // semoga ini bukan kisah cinta terbaru // walau aku tak ingin menyatu dengan kelabu // dan aku tak ingin melukai // biar aku yang terluka // dari caci maki, hingga lemparan sepatu // semua kudengar // meski hanya dari sini // semoga cinta tak lagi menemuiku // biar kosong...kosong... // dan aku sendiri //............

Jumat, 06 Maret 2009

KETERBATASAN

belenggu akal membatasi perkenalanku dengan Tuhan
dan kenyataan membenarkan perjalanan logika
meski hidup hanya sebuah penantian
dan cerita hanya rangkaian kalimat tanpa makna

aku dan keterbatasanku:
...mencoba untuk menjadi benar
dengan berputar dan alihkan haluan
...mencoba untuk bertahan di jalanNya
dengan memegang kendali nafsu yang berguncang

...semua tetap dengan segala keterbatasan...

Kamis, 19 Februari 2009

GRAVITASI

aku jatuh, setelah terlempar dengan mulut menganga
tercerabut dari serabut akar yang mengikat
berputar di antara rotasi bumi pada porosnya
dan aku terkapar di tanah bersimbah luka

seringai senyum terakhirmu menjadi artefak
yang bersemayam layaknya berhala Latta dan Udza'
mengada dalam keyakinan bedanya aku tanpa dirimu
meluruh jiwa-jiwa yang terkurung amarah

gravitasi memasung hingga lumpuh menggerayangi
kau adalah poros bumi yang bersandar nyaman
mempermainkan setiap jengkal tanah dan lautan
tersungkur bisu dan selalu memujamu

kau gores aku dengan rotasimu...

Rabu, 18 Februari 2009

TAROMBO SI RAJA NAINGGOLAN (SILSILAH MARGA NAINGGOLAN)

Raja Nainggolan, memiliki dua anak:

I. Toga Si Batu, memiliki dua anak:
a. Batuara, memiliki dua anak:
1. Tua Namora
2. Ampapaga
b. Parhusip

II. Toga Si Ruma Hombar, memiliki empat anak:
a. Lumban Nahor
b. Mogot Pinayungan, memiliki dua anak:
1. Lumban Tungkup (Tanjabau)
2. Lumban Raja (Datu Parulas), memiliki dua belas anak:
1. Gr. Panuju (Nahulae)
2. Dormahasi (Sibuaton)
3. Sarmahata (Pusuk)
4. Mata Tunggal
5. Tuan Rangga
6. Raja Talutuk
7. Toga Sahata
8. Sabungan Raja
9. Gr. Tinunjangan
10. Gr. Tinandangan
11. R. Bonan Dolok
12. R. Tomuan
c. Lumban Siantar
d. Hutabalian

(diambil dari berbagai sumber)
Saat ini banyak orang melupakan silsilah keluarga karena beranggapan bahwa hal tersebut tidaklah penting dan tidak berguna. Jadi tidak perlu heran kalau saat ini banyak orang tidak mengenal identitas dirinya sendiri. Oleh karena itu disini aku mencoba kembali menggali silsilah keluarga dari pihak bapak, meskipun aku sendiri belum begitu paham karena dalam keluarga aku dibangun dengan kultur Kesundaan (ibunda) yang lebih kental. Makanya hingga detik ini aku bangga menjadi orang Indonesia keturunan Batak yang berbahasa Sunda, karena lebih banyak orang Sunda yang bangga berbahasa Indonesia dan lupa bahasa Sunda.

Senin, 16 Februari 2009

INTERMEZZO

berkelindan, mencecar setiap sudut
di dalam kotak pandora yang terselubung
diiringi tiupan sangkakala berirama grunge
menembus ruang batas nalar dan akal

bersama ha-na-ca-ra-ka dalam notasi da-mi-na-ti-la-da
semua kepalsuan mewujud pada keasliannya
amarah lokal menantang kejantanan jaman
diam atau melawan?

Senin, 09 Februari 2009

BERLALU

...brr...brr...brr...
dingin menyapu helai rambutmu yang berurai
dan langkah kakiku membeku terpesona
mencuri jejak bayangmu yang terhampar

kulukis wajahmu pada hujan pagi ini
hanya untuk sekedar mengingatmu
meski luapan hasrat tersambar petir
agar sesaat yang terlewat tak mengharu

dan berlalu...selalu berlalu...

Sabtu, 07 Februari 2009

SAMPAI SINI

melawan sebuah perjalanan
menyusuri trotoar yang terbengkalai
tak ada keindahan karena kini hanya debu
dan cerita soal masa lalu

jelaga hari masih tertuang pada tungku
mengukir indah hitamnya masa depan
di bawah temaram cahaya senjakala
mengarah pada kesunyian alam baka

aku ingini hidup ini cukup satu hari
saat mulai bernafas lalu terkapar pasrah
hingga gelombang realita tak sempat melingkari
tak ada pertanggungjawaban yang gelisah

...rasanya cukup sampai disini...
...wahai waktu renggutlah sukmaku...
...wahai bumi terimalah ragaku...
...wahai Sang Khalik hisablah amalku...

Rabu, 04 Februari 2009

DARI SEBUAH KEMACETAN NAN RUTIN

Tak terasa sudah memasuki bulan kedua di tahun ini. Semua masih seperti semula, tak ada yang berubah. Jalan menuju kantor masih macet. Setiap hari kulihat wajah-wajah murung dan frustasi, entah karena kemacetan atau persoalan lain yang tidak kuketahui. Entah kenapa, setiap orang yang terjebak dalam kemacetan selalu mengutuk keadaan, sebuah kebiasaan ideal yang selalu menyalahkan orang lain. Polisi yang dianggap tidak mampu mengatur lalu lintas, angkot yang suka ngetem dan berhenti seenaknya, motor yang kreditannya murah jadi membuat orang seakan-akan berlomba untuk membelinya hingga di jalanan bak laron mereka berterbangan liar tak terkendali, mobil yang tidak pernah mau mengalah, pemerintah yang tidak peka terhadap kebutuhan warganya...bla...bla...bla...berjuta alasan lainnya (yang intinya tetap menyalahkan orang lain...termasuk aku sendiri...hehehe...).

Manusia memang ego-sentris, memandang segala kebenaran dari dirinya sebagai sebuah deklarasi eksistensi. Tak ada yang salah pada diriku, semua kesalahan yang ada terjadi karena orang lain tidak berbuat seperti aku (semoga aku ngga begitu). Kebenaran memang begitu seksi, lugu dan menggemaskan sehingga setiap orang yang hidup di bawah naungan atmosfer bumi ini berebut untuk mendapatkannya, meskipun terkadang setelah mendapatkannya ia tidak mengerti tujuannya untuk apa. Aku sendiri tidak mengerti apakah kebenaran itu sebuah keinginan atau kebutuhan. Seingatku tak ada kebenaran yang mutlak, semua relatif. Benar menurut si A belum tentu benar menurut si B, meskipun terkadang ada relasi yang semu dan samar-samar, tapi tetap ada diferensi yang lumayan signifikan. Lalu di mana letak kebenaran mutlak? Dengan tidak bermaksud mencontek Idi Subandi, mungkin ada di vokal baritonnya Eddie Vedder yang setiap pagi tanpa bosan nongkrong di telingaku lewat headset murahan, atau di jari jemari Stone Gossard yang merambah nada-nada minor, atau dalam dentuman gebukan drum Matt Cameron yang terkadang halus dan tiba-tiba bisa menghentak, atau dalam petikan Mike McReady yang kalem, atau justru dalam cabikan bass Jeff Ament? Aku sendiri tak pernah menemukannya, seperti Tuhan yang tak pernah kutemukan juga. Atau mungkin memang belum kutemukan? Cukup kuyakinkan diri sendiri tanpa bermaksud egois, bahwa aku akan tetap mencari. Terima kasih kuucapkan pada kemacetan, yang telah menganugerahkan waktu bagiku untuk kontemplasi. Dan hingar bingar klakson kian menjadi...cukup aku tersenyum.

Selasa, 27 Januari 2009

UTUH!

samar bayang menampakkan wajahnya
seolah enggan untuk terekam pesona
mungkin karena aku terlalu percaya
atau bahkan aku sudah merasa kecewa

mendengar suara lengkingan yang panjang
meskipun merayu dengan mendayu senang
mata batin tertanam di nadir kebimbangan
atau meraba jejak yang seakan hilang

matahari masih bersinar
rembulan masih purnama
bintang masih berbinar
angin masih berhembus
daun masih hijau
pepohonan masih rindang
tanaman masih berbunga
...dan semua masih sempurna

Kamis, 22 Januari 2009

BANGUN PAGI

cerah pagi menghentikan mimpi
yang kucuri dari lelapnya tidurmu
hingga kebisingan menemani lagi

seruput teh hangat di antara senyum
membilas kesenjangan rutinitas
dan hidup kembali bersatu padu

deru kendaraan di atas jalanan
desir angin...
kicau burung...

//...nyata...//

Jumat, 16 Januari 2009

AKU JATUH CINTA...MUNGKIN ATAU SEMOGA?

sebentuk tubuh melebur dalam pasungan
mengikatnya dengan nadi yang bergetar
ketika hujan turun dan tanah tergenang
menghapus setiap jejak yang terhampar

pandanganku mengekor di belakang bayang
menguapkan makna yang berhamburan
tanpa kata dan upaya hanya bermodalkan do'a
semoga kau bisa melihatnya dengan terbuka

percikan hujan membasuh belukar nalar
di tengah belantara rasa yang mengada
dingin yang merambat dinding ratapan
terbakar panasnya sebuah harapan

aku mungkin jatuh cinta...semoga

Senin, 05 Januari 2009

5 JANUARI SETAHUN YANG LALU

tepat hari ini setahun yang lalu, blogs ini mulai kuhidupkan dari kematiannya. Hingga detik ini aku sendiri tak paham untuk apa kubangkitkan. Yang kurasakan hanya ada tempat di mana kutemukan kebebasan, meski kupanen juga cacian

...biar saja, aku hanya ingat pada ungkapan Gus Mus:

“….. Ketika menulis, saya tidak berpikir apakah tulisan saya akan diterbitkan atau tidak; ketika akan diterbitkan pun, saya tidak berpikir apakah ada yang mau membaca atau tidak. Bahkan saya tidak berpikir apakah tulisan saya pantas atau tidak disebut puisi. Biar semua itu orang yang memikirkannya. Tugas saya hanya menuliskan apa yang ingin saya tulis”.

Thanks Gus Mus, meskipun aku tak kenal dan beliau pasti tak mengenalku juga, ungkapan itu terus menjadi sebuah pemicu buatku untuk menuliskan apa saja yang melompat dari nalarku yang menggerayang binal setiap lekuk-lekuk seksi realitas.

Dan buat kawan-kawan yang kukenal, tak lupa aku ucapkan juga terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya hingga aku bisa bertahan hingga detik ini. thanks.


Wassalam,


T Y N

PAHITNYA HARI INI

di pucuk mimpi kita bertemu
antara perempatan harap yang bercabang
tak ada yang bicara karena nalar yang bertualang
menjelajahi kata-kata yang tak terungkap

bersimbah airmata sudah pinggiran jalan
menggenang dan memaksa arah pada tujuan
dari kegelapan pandangan mencoba menarasikan
agar pemahaman tetap bisa terucap

bolehkah kutinggalkan secangkir kopi pahit pagi ini?
sebagai tanda kepahitan yang kuterima hari ini

SEBENARNYA SIAPA SIH MEREKA INI?

Siapa mereka?
Yang memajang senyum di sepanjang jalan
Yang mengumbar janji di sudut-sudut taman

Siapa mereka?
Yang merasa diri mewakili rakyat
Yang berpolah bagai malaikat

Siapa mereka?
Yang merasa paling demokratis
Yang mengaku kaum reformis

Lalu siapa mereka sebenarnya?