Kamis, 20 November 2008

MERACAU, MENGIGAU…AKH…AKU HANYA INGIN MELUDAH

Bosan saja tak cukup untuk mewakili perasaanku hari ini, rasanya tak ada kata yang dapat dengan tepat mengilustrasikan apa yang kurasakan. Hmhmhm, aku merasa ingin keluar, tapi dari apa? Kenyataankah? Mimpikah? Harapankah? Cita-citakah? Kehidupankah?

Kenyataan tak pernah bisa kumiliki karena ia selalu berada diluar jangkauan biologis atau pun psikologis. Aku pun tak pernah bisa mengendalikan kenyataan, ia mengalir dan menerjang diriku yang coba bertahan di arusnya dengan berpegang pada sisa-sisa akal, naluri dan keyakinan. Kini, aku terombang-ambing tak berarah meski aku masih bisa memandang tanjung harapan di ujung sana, entah disebelah mana pastinya, karena ombak terlalu tinggi dan naluri terasa pedih. Aku hanya setitik kuman dibelantara kenyataan, tersesat dan tak bermakna.

Mimpi! Aku sudah lupa kapan aku terakhir bermimpi, rasanya sudah lama sekali. Bahkan aku lupa bagaimana cara bermimpi. Aku tak pernah tidur, rutinitas telah membelenggu waktu senggang yang kumiliki, bahkan jejaknya pun terhapus. Haruskah aku bermimpi tanpa tidur terlebih dahulu? Ach, aku harus tertidur demi menciptakan mimpi yang indah nan membuai. Aku ingin tidur, memejamkan mata dan terkapar pasrah, lalu kapan?

Ada yang terlupa, harapan dimana kau berlabuh? Aku kehilangan dirimu. Dulu kau selalu berada dalam genggaman erat tanganku dan tak pernah lepas. Kini kau terbang liar tak bisa kuraih. Untuk sekedar berharap aku sudah lelah, apalagi jika kuciptakan harapan baru, tenagaku sudah tak mungkin lagi cukup. Karena dirimulah energi yang menyuapi semangat hidupku hingga aku selalu cepat bangkit melawan setiap hambatan dan rintangan. Aku dan harapan layaknya pasangan tak terpisahkan, seperti Robin Hood dengan busur panah, Bima dengan kuku pancasona, Superman dengan kekuatan super, Batman dengan teknologi canggih, dan lain sebagainya. Harapan adalah senjata pamungkas. Ketika ia hilang, musnah sudah seluruh kesaktian yang kumiliki dari ilmu, pengetahuan dan pemahaman. Yup, aku kini dilucuti, aku tak bersenjata dan terlalu mudah untuk patah.

Apa yang tersisa, hanya cita-cita saja? Cita-cita adalah putri cantik yang tinggal di istana nan megah, ia hanya menunggu dipinang saja. Di bola matanya terpancar keindahan akan masa depan. Jujur saja, aku jatuh cinta padanya, tapi aku tercampakan. Ia menolakku tanpa alasan yang bisa aku pahami. Tak mungkin kudapatkan ia, aku hanya seonggok tubuh yang terkapar tak berdaya dengan luka yang menganga di bisingnya hari. Istanamu terlalu megah bagiku. Mataku tak mampu melihatnya, aku buta! Tak dapat kupandang lagi keindahan senyummu, tajamnya tatapanmu, gemulai liukan manja tubuhmu yang mengitari birahi keyakinanku. Dan aku lumpuh! Diam…aku hanya diam…mematung seperti berhala kaum kafir yang dihancurkan Nabi Ibrahim, menjadi serpihan tak bermakna…dan itulah aku.

Bersetubuh dengan kehidupan, terkadang di atas dan sesekali di bawah bahkan dari belakang sampai ke depan. Berputar! Semua berlalu tepat didepanku, ketika aku tak bergerak. Tak kurasakan terpaan badai, karena aku tak pernah di atas. Namun, tenggelam lebih sering kutelan hingga tak sempat lagi aku mengunyah. Liarnya rotasi kehidupan sudah tak bisa kuiringi dengan tarian logika nalarku. Pecah sudah sumbatan akhlaq yang selama ini menjadi kontrasepsi bagi kejernihan akal dan keyakinan. Kehidupan begitu merangsang libido keinginan dan mencampakkan kebutuhan menjadi limbah tak bernilai. Yah, aku hanya ingin hidup pada kebutuhan tanpa mengabdi pada keinginan. Meski akhirnya aku kalah.

Kenyataan, mimpi, harapan, cita-cita, kehidupan, di mana kalian berada? Mengapa kalian tinggalkan aku di ruang pengap nan gelap dan sunyi ini? Hei….!

Tidak ada komentar: