Pagi ini seperti biasa sebelum masuk kantor, kami kembali nongkrong di belakang kantin. Aku merasakan ada kemuraman di antara wajah kawan-kawan. Langit pagi ini memang mendung, cuaca pun tidak cerah dan angin bertiup dengan dingin. "Rasanya ada yang berubah nih," aku memecah keheningan. "Emang lu ngga tahu apa?" Sahut Dekok sambil meminta korek api, lalu menyalakan rokok, ia menambahkan, "mau ada pengurangan karyawan di kita nih". Tanpa dosa aku pun melanjutkan, "emang terus kenapa? Krisis sekarang ini bagi perusahaan, jalan yang paling gampang untuk mengurangi beban produksi ya dengan mengurangi karyawan". Ichank yang baru selesai nelpon pacarnya menyela omonganku, "nah lu tau ngga siapa aja di antara kita yang kena". "Jelas gue ngga tau, walaupun isu ini gue denger udah dari pertengahan bulan kemaren, emang sudah ada list namanya?" Dengan sedikit heran aku bertanya. "Semua departemen akan melakukan pengurangan dan beberapa sudah fix dengan daftar namanya," Kumkum yang banyak diam menyahut. "Lu bilang pengurangan cuma di level operator, itupun yang habis kontrak bulan november, nyatanya hasil meeting manajemen sampai juga ke level staff dan manager," ujar Faiz setengah menyalahkan aku. Seketika semua terdiam.
Angin berhembus, memainkan asap rokok yang keluar dari semua orang yang ada. Pikiranku pun menerawang, jauh sekali hingga tiba-tiba aku merasa kosong pikiran. Hmm, kupikir masa bodoh saja, kalau memang sudah nasibku untuk di PHK. Resiko bekerja yang paling ditakuti di sektor swasta cuma itu. Apalagi di negeri ini yang pemerintahannya hanya sekumpulan orang-orang bodoh yang tidak pernah peduli dengan nasib rakyatnya. Mereka hanya bisa berebut kekuasaan, membodohi rakyat, dan berpura-pura peduli nasib bangsa (cuih!). Pagi ini memang termuram dalam sejarah belakang kantin (BLK, kami biasa menyebutnya). Kuperhatikan kawan-kawan yang di level operator, di wajahnya nampak keresahan dan kebingungan yang begitu kuat memancar. Sistem kontrak kerja yang dilegalkan oleh pemerintah atas tekanan para investor membuktikan kekuatannya. Negeri ini memang sudah bukan milik kita lagi, untuk bekerja saja kita di kontrak, untuk bertani kita hanya bisa menjadi buruh tanpa tanah, untuk tempat tinggal pun yang tersisa hanya kolong jembatan dan trotoar. Lalu untuk apa pemerintah ada jika memenuhi kebutuhan standar rakyatnya saja sudah tidak mampu? Sudahlah, waktunya bekerja selagi bisa, masalah itu biar saja...
1 komentar:
kalo saya sih selama motor bisa ngebul aman deh
Posting Komentar