Rabu, 24 Desember 2008

BUKAN AKU?

aku bukan nabi yang menyebarkan keyakinan atas nama Tuhan
aku bukan presiden yang mengatur pemerintahan atas nama kekuasaan
aku bukan sang bijak yang mengajarkan kejujuran atas nama kebaikan
aku bukan profesor yang menuangkan ilmu atas nama pengetahuan

yang jelas aku bukan mereka, kau dan dia
aku, hanya aku, dan cukup aku!

SATU PERTANYAAN PADA PAGI

rimbunnya awan menaungi hari dari terik matahari
entah akan hujan atau hanya candaan alam?
karena angin menggelitiknya dengan kencang

Selasa, 23 Desember 2008

KEMATIANKU DI C#MINOR7

Ingatanku pagi ini membasi // terbuai halusinasi mimpi malam tadi // mencoba merakit dengan naluri // nyatanya terlalu mendalam emosi diri // partikel bebas yang menjerat kedua kaki // menghujamkan tubuhku pada bumi //

Murung wajah di batas pandangan // mengkilau layaknya berlian // airmata berderai bagai hujan // yang turun sepanjang perjalanan // hingga tetesan darah perjuangan // meluap di penghujung tujuan //

Kupesan sebuah kematian dalam sepekan // hingga derap waktu akan kian bermakna // bertarung, bergulung, dan saling membinasakan // hingga waktu juga yang akan membuktikan // langit dan tanah turut menyaksikan // bahwa aku terkalahkan //

…oleh waktu…

Senin, 22 Desember 2008

BATAS ASA

kubelah malam ini dengan kegalauan
agar pelangiku bisa terhampar bebas
dan tak meninggalkan aku dalam kesunyian
aku butuh solusi di batas keyakinan

setiap tetes darah telah kuberi arti
lebarnya luka telah terbakar mentari
langkah yang panjang selalu mengingkari
aku butuh imaji di tepian mimpi

tepat di ujung malam yang telah terbelah
noktah fajar berbintik mulai tampak
tenggelamkan aku yang tergulung pelangi
aku butuh waktu untuk sekedar tahu

masa lalu yang menghilang
masa sekarang yang bimbang
dan masa depan yang gamang
lalu dimana aku harus terpancang?

PUKUL 04.30 PAGI (SURABAYA)

dibalik kaca yang berembun
kutatap langkah kakimu yang anggun
dengan kepercayaan terpancar di aura
dapat kurasakan hangatnya di pagi ini

masih dari balik kaca yang berembun
rintik hujan menerpa jalanan
suaranya membungkam kesunyian
aku tetap menatap langkahmu

dan pagi ini masih berkabut pekat
jalanan pun nampak lenggang
aku pun malas beranjak
dari balik kaca yang berembun

Jumat, 19 Desember 2008

%#$@&!*&^@%#...PERJAMUAN

aku tidak tahu
pada jiwa yang mendayu
atau raga yang terbujur kaku
bahwa langit sudah tak membiru

aku tidak dengar
ketika petir menggelegar
atau badai yang hingar bingar
bahwa udara kian memar

perjamuan hari ini hanya bicara
antara kegamangan dengan kegilaan
yang memancar dari sudut perasaan
demi Tuhan dan semua ciptaan

dibalik semua rahasia di dunia
tak ada kisah yang sempurna
bahkan kita: mungkin butuh warna
hitam putih sudah terluka

Senin, 15 Desember 2008

HUJAN DAN CAHAYA

merenda butiran hujan yang jatuh
ingin kujadikan sebagai kemeja baru
dan kukenakan layaknya baju tidur

merangkai terangnya cahaya mentari
kubingkai dalam jelaga hati
agar kehangatan memancar dari diri

hujan dan cahaya
mengunduh partikel jiwa yang melekat
menjadi kata-kata berjuta rasa

hujan dan cahaya
hadirmu tak pernah kupinta
pergimu selalu bermakna

Rabu, 10 Desember 2008

DESEMBER 2008

tegak kakiku menyangga tubuh rapuh
di bulan penghujung tahun
mencoba akhiri perjalanan 2008
dengan keyakinan yang limbung di batas senja

ach, masih di tempat yang sama
dengan waktu yang tetap sama
tak ada yang berubah dengan makna
membelah harapan yang membahana

ach...mungkin hipokrit!

BELAJAR PATUH...?

kuambil sebuah crayon merah//kulukis langit laksana darah//paparkan gelisah di antara gelombang amarah//memijarkan api yang membara//

sang bijak yang bisu//sepertinya merasa terganggu//mondar-mandir lalu menegur ragu//langit haruslah berwarna biru//

aku belajar patuh
mendendangkan petuah-petuah
walau hati terasa jengah
tanganku tetap tak mau menengadah

aku belajar patuh
dalam lingkup ruang yang kaku
menunggu kematian waktu
hingga kedua kaki membatu

atau memang aku harus belajar patuh?
demi kenyataan yang diciptakan
ikuti saja, sampai bertemu ujung yang sama
di perjamuan malam memindai cerita yang sama jua

Kamis, 27 November 2008

YANG AKU RASA

pernahkah kau rasakan yang kurasakan
ketika tatap mata mendialogkan rasa
yang meluap hingga tebing sukma

pernahkah kau rasakan yang kurasakan
saat kecup bibirmu membukakan hasrat
liar hingga batas keyakinan terlewat

meliuk indah gemulai raga
terlumuri nafsu yang lugu
mengikat, mengusap, menghentak
seirama desah sengau saat bersandar

pernahkah kau rasakan yang kurasakan?
cahaya yang berpijar dan angin yang berhembus
berpadu dalam tubuh yang menyatu

mungkinkah demi cinta?
atau hanya ungkapan belaka?
rasa sayang yang tercurah?
atau hanya pecahkan jerawat?
mitos kedewasaan yang sesat?

pernahkah kau rasakan yang kurasakan?
diantara jutaan rasa yang ada
aku tak pernah tahu apa yang kurasakan

KEMBALI KE TITIK YANG SAMA

jauh dari jangkauan mata
nampak bersandar sebuah khilaf
merajah dinding waktu yang bersetubuh
tak tersadari hingga terlupakan

menutup hari dengan khidmat
melewati palung yang berimbang
mengikuti bekas yang tertinggal
kembali!...aku harus kembali menghirup

penat!
jengah!
lelah!
...di titik yang sama!

Rabu, 26 November 2008

AMARAH

gemeretak...
entah retak atau patah
hanya bunyi yang menyahut
lalu kembali sunyi mengangkangi
emosi berurai air mata
menetes jauh hingga terjatuh di keringnya tanah
buntalan luka menyeruak
membelah kedamaian suasana
hilir mudik kata terserap logika
dari caci maki hingga pujian yang basi
selilit yang menemani
tak terungkap nalar yang terbuang

Tuhan, jumpai aku di sini
kita duduk di bangku yang sama
untuk bicara tentang dunia
yang kau ciptakan hanya dengan kata
berisi serakan berjuta makna
mengalir dan saling mengisi do'a
meski kadang terselip dalam angkara

Tuhan, temani aku di sini
merajah waktu
cumbui langit biru
menyelusup angin ragu
hingga marah mengulum haru
ampuni aku Ya Tuhanku

SAMARANG DI NOVEMBER 2008

I
menggagahi waktu yang berputar
di antara lirih sendu batas senja
semilir akar wangi menyeruput
godaan akal membawa serakah

II
di bukit yang kupancang kaki
keelokan alam angkuh membentang
kuhirup udara pepohonan hijau
memanen kesegaran di tubuh ini

III
asap mengepul dari jeding yang membara
di selingi canda tawa yang berserak
dan ketika gelap memagari hari
aku turun menjemput rutinitas janji

Selasa, 25 November 2008

HANYA AKU

ada sebagian menganggap narsis, aku tak peduli
ada sebagian mengatakan sinting, aku pun tak peduli
ini adalah aku dan hanya aku...!

Kamis, 20 November 2008

MERACAU, MENGIGAU…AKH…AKU HANYA INGIN MELUDAH

Bosan saja tak cukup untuk mewakili perasaanku hari ini, rasanya tak ada kata yang dapat dengan tepat mengilustrasikan apa yang kurasakan. Hmhmhm, aku merasa ingin keluar, tapi dari apa? Kenyataankah? Mimpikah? Harapankah? Cita-citakah? Kehidupankah?

Kenyataan tak pernah bisa kumiliki karena ia selalu berada diluar jangkauan biologis atau pun psikologis. Aku pun tak pernah bisa mengendalikan kenyataan, ia mengalir dan menerjang diriku yang coba bertahan di arusnya dengan berpegang pada sisa-sisa akal, naluri dan keyakinan. Kini, aku terombang-ambing tak berarah meski aku masih bisa memandang tanjung harapan di ujung sana, entah disebelah mana pastinya, karena ombak terlalu tinggi dan naluri terasa pedih. Aku hanya setitik kuman dibelantara kenyataan, tersesat dan tak bermakna.

Mimpi! Aku sudah lupa kapan aku terakhir bermimpi, rasanya sudah lama sekali. Bahkan aku lupa bagaimana cara bermimpi. Aku tak pernah tidur, rutinitas telah membelenggu waktu senggang yang kumiliki, bahkan jejaknya pun terhapus. Haruskah aku bermimpi tanpa tidur terlebih dahulu? Ach, aku harus tertidur demi menciptakan mimpi yang indah nan membuai. Aku ingin tidur, memejamkan mata dan terkapar pasrah, lalu kapan?

Ada yang terlupa, harapan dimana kau berlabuh? Aku kehilangan dirimu. Dulu kau selalu berada dalam genggaman erat tanganku dan tak pernah lepas. Kini kau terbang liar tak bisa kuraih. Untuk sekedar berharap aku sudah lelah, apalagi jika kuciptakan harapan baru, tenagaku sudah tak mungkin lagi cukup. Karena dirimulah energi yang menyuapi semangat hidupku hingga aku selalu cepat bangkit melawan setiap hambatan dan rintangan. Aku dan harapan layaknya pasangan tak terpisahkan, seperti Robin Hood dengan busur panah, Bima dengan kuku pancasona, Superman dengan kekuatan super, Batman dengan teknologi canggih, dan lain sebagainya. Harapan adalah senjata pamungkas. Ketika ia hilang, musnah sudah seluruh kesaktian yang kumiliki dari ilmu, pengetahuan dan pemahaman. Yup, aku kini dilucuti, aku tak bersenjata dan terlalu mudah untuk patah.

Apa yang tersisa, hanya cita-cita saja? Cita-cita adalah putri cantik yang tinggal di istana nan megah, ia hanya menunggu dipinang saja. Di bola matanya terpancar keindahan akan masa depan. Jujur saja, aku jatuh cinta padanya, tapi aku tercampakan. Ia menolakku tanpa alasan yang bisa aku pahami. Tak mungkin kudapatkan ia, aku hanya seonggok tubuh yang terkapar tak berdaya dengan luka yang menganga di bisingnya hari. Istanamu terlalu megah bagiku. Mataku tak mampu melihatnya, aku buta! Tak dapat kupandang lagi keindahan senyummu, tajamnya tatapanmu, gemulai liukan manja tubuhmu yang mengitari birahi keyakinanku. Dan aku lumpuh! Diam…aku hanya diam…mematung seperti berhala kaum kafir yang dihancurkan Nabi Ibrahim, menjadi serpihan tak bermakna…dan itulah aku.

Bersetubuh dengan kehidupan, terkadang di atas dan sesekali di bawah bahkan dari belakang sampai ke depan. Berputar! Semua berlalu tepat didepanku, ketika aku tak bergerak. Tak kurasakan terpaan badai, karena aku tak pernah di atas. Namun, tenggelam lebih sering kutelan hingga tak sempat lagi aku mengunyah. Liarnya rotasi kehidupan sudah tak bisa kuiringi dengan tarian logika nalarku. Pecah sudah sumbatan akhlaq yang selama ini menjadi kontrasepsi bagi kejernihan akal dan keyakinan. Kehidupan begitu merangsang libido keinginan dan mencampakkan kebutuhan menjadi limbah tak bernilai. Yah, aku hanya ingin hidup pada kebutuhan tanpa mengabdi pada keinginan. Meski akhirnya aku kalah.

Kenyataan, mimpi, harapan, cita-cita, kehidupan, di mana kalian berada? Mengapa kalian tinggalkan aku di ruang pengap nan gelap dan sunyi ini? Hei….!

Jumat, 14 November 2008

LAGU DI PAGI HARI

kubingkai rasa dengan nada rangsangan jiwa
menggagahi waktu dengan makna
hingga jawaban tak butuh pertanyaan

kutelusuri pematang usia mengarah tujuan
tinggalkan semua persoalan bersama lupa
hingga ingatan tak perlu dirangkai

jauh di ujung penantian
senja melambaikan ketenangan
hingga harapan tetap berserakan

aku ingin makna di penantian
aku perlu harapan di tujuan
meski perjalanan harus kulanjutkan

Kamis, 13 November 2008

DUA TANDA KUTIP

diam.......
.......agar sunyi membakar.......
.......gelap.......
hingga suram.......menerangi
.......kelam.......hitam.......buta
rahasia harus terjaga
dari diam
dari gelap
dari kelam
dari hitam
lalu buta.......sesat.......hanya sesat.......hingga sesat.......
.......aku tersesat.......menyesatkan
tepat di depan mimbar yang terlewati.......di samping makam yang kukelilingi.......
akhiri ekspresi
hingga lebam realita.......mengukir jari.......diantaranya.......
aku
hanya aku
diantaranya aku dan hanya aku
.......mungkin cukup aku.......walau hanya dengan bahasa.......
merangkai kata.......aku tak butuh makna.......hanya isyarat belaka.......
dengan dua tanda kutip saja: "AKU"

PERJALANAN SUNYI

melingkari cinta dengan waktu
membunuh kisah yang terjalani
kutunggu di perjalanan sunyi
meski gelap jalan yang dipijak
tak usah risau dengan sesat
karena bersama tak perlu kuasa
wujudkan jejak dengan nyata
hingga tak harus berserak
pandang saja harapan yang melayang
tak usah digenggam
tak usah dicengkeram
alirkan saja...meski perjalanan tetap sunyi

AKU DAN TUHANKU

menyetubuhi Tuhan di belukar akal
hilangkan nalar yang bersemayam
mengasah mata rasa yang buta

ayat-ayat terurai dan mengurai
membelah serpihan amal perbuatan
dari catatan waktu yang berulang

kisah tubuh yang menjejak nyata
hingga cerita jiwa penuh bayang
hanya aku dan Tuhanku yang bicara

Jumat, 07 November 2008

GELAP, SUNYI, DERITA DAN LUKA

Kubunuh gelap dengan sebatang korek api
Kubungkam sunyi dengan detak jantung
Kubasuh derita dengan tersenyum
Kuobati luka dengan air liur

Kuhabiskan waktu bersama korek api, detak jantung, senyum dan air liur
Kunikmati senggang bersama gelap, sunyi, derita dan luka

Tak perlu menoleh karena gelap mengitari
Tak perlu mendengar karena sunyi menemani
Tak perlu kecewa karena derita melingkari
Tak perlu pedih karena luka melingkupi

Mungkinkah gelap telah membangun sunyi?
Atau menderita karena merasa terluka?
Salahkah aku? Jika aku terbangun?
Untuk wujudkan kesalehan yang tertunda

1 SYAWAL 1429 (1 Oktober 2008)

Menembus jiwa, alunan takbir yang menggema
Menusuk hati, tabuhan beduk nan berirama
Diantara linangan airmata yang menggumpal
Tak ada jarak penyesalan dan harapan
Ribuan do’a terpanjatkan meski lirih terucap
Menggelar sujud di setiap ujung dan pangkal penantian
Berharap kebahagiaan yang selalu datang menjelang
Meskipun sadar tak mungkin meniadakan kesengsaraan
Hidup adalah dua kenyataan yang berbeda
Dan akan selalu berlawanan bukan tanpa alasan
Karena kenyataan merupakan keterkaitan
Hingga keabadian menjemput di titik keterbatasan
Setiap langkah selalu menyisakan jejak
Entah berwarna hitam kelam atau putih bersinar
Entah kesengajaan atau di luar kesadaran
Karena bekas hitam yang harus selalu dihilangkan

Atas nama lahir dan batin: Aku Mohon Maaf

Rabu, 05 November 2008

TERLALU DALAM

mengutip kata dari mimpimu
kuurai menjadi makna pagi
secerah senyum matahari
meski mimpi tak mungkin untuk kembali
secangkir kopi dan sebatang rokok
menyadap setiap gelembung khayal
menorehkan tanda di setiap akhiran
tanpa jejak yang tak terbaca
oleh jiwa, nalar maupun logika
mungkin cinta? Ups! terlalu dalam

Senin, 03 November 2008

GEGER DI BELAKANG KANTIN (NEGERI INI BUKAN MILIK KITA)

Pagi ini seperti biasa sebelum masuk kantor, kami kembali nongkrong di belakang kantin. Aku merasakan ada kemuraman di antara wajah kawan-kawan. Langit pagi ini memang mendung, cuaca pun tidak cerah dan angin bertiup dengan dingin. "Rasanya ada yang berubah nih," aku memecah keheningan. "Emang lu ngga tahu apa?" Sahut Dekok sambil meminta korek api, lalu menyalakan rokok, ia menambahkan, "mau ada pengurangan karyawan di kita nih". Tanpa dosa aku pun melanjutkan, "emang terus kenapa? Krisis sekarang ini bagi perusahaan, jalan yang paling gampang untuk mengurangi beban produksi ya dengan mengurangi karyawan". Ichank yang baru selesai nelpon pacarnya menyela omonganku, "nah lu tau ngga siapa aja di antara kita yang kena". "Jelas gue ngga tau, walaupun isu ini gue denger udah dari pertengahan bulan kemaren, emang sudah ada list namanya?" Dengan sedikit heran aku bertanya. "Semua departemen akan melakukan pengurangan dan beberapa sudah fix dengan daftar namanya," Kumkum yang banyak diam menyahut. "Lu bilang pengurangan cuma di level operator, itupun yang habis kontrak bulan november, nyatanya hasil meeting manajemen sampai juga ke level staff dan manager," ujar Faiz setengah menyalahkan aku. Seketika semua terdiam.
Angin berhembus, memainkan asap rokok yang keluar dari semua orang yang ada. Pikiranku pun menerawang, jauh sekali hingga tiba-tiba aku merasa kosong pikiran. Hmm, kupikir masa bodoh saja, kalau memang sudah nasibku untuk di PHK. Resiko bekerja yang paling ditakuti di sektor swasta cuma itu. Apalagi di negeri ini yang pemerintahannya hanya sekumpulan orang-orang bodoh yang tidak pernah peduli dengan nasib rakyatnya. Mereka hanya bisa berebut kekuasaan, membodohi rakyat, dan berpura-pura peduli nasib bangsa (cuih!). Pagi ini memang termuram dalam sejarah belakang kantin (BLK, kami biasa menyebutnya). Kuperhatikan kawan-kawan yang di level operator, di wajahnya nampak keresahan dan kebingungan yang begitu kuat memancar. Sistem kontrak kerja yang dilegalkan oleh pemerintah atas tekanan para investor membuktikan kekuatannya. Negeri ini memang sudah bukan milik kita lagi, untuk bekerja saja kita di kontrak, untuk bertani kita hanya bisa menjadi buruh tanpa tanah, untuk tempat tinggal pun yang tersisa hanya kolong jembatan dan trotoar. Lalu untuk apa pemerintah ada jika memenuhi kebutuhan standar rakyatnya saja sudah tidak mampu? Sudahlah, waktunya bekerja selagi bisa, masalah itu biar saja...

RANAH PAJAJARAN (SITU PANJALU, 2008)

angin malam yang jalang di pesisir danau // jelajahi tanah pajajaran // dengan kuasanya
dari timur menuju barat // hingga laut dan pegunungan // memendar isi alam raya
semerbak wangi putri bangsawan // terawangi kisah pada masa silam // dengan kejayaannya
di kaki langit yang menjejak // mengusik harap pada kebangkitan // ranah Pajajaran

Kamis, 30 Oktober 2008

PENANTIAN TAK SAMPAI

memanah rasa dipersimpangan jalan // tertutup belukar yang berduri // menjaga dengan setia // dari sentuhan setiap jiwa // hingga berjuta pilihan bermakna // kupilih busur yang terindah // kusematkan sebuah tiara // nan indah semerbak // berharap hatimu terluka // kembali menunggu //
senyum yang tak hilang // luka pun tak kunjung datang // pongah mungkin yang terlalu kupajang // hingga penantian jadi semakin panjang // kutarik lagi sebuah busur yang merangsang // kau hanya senyum menantang // tetap terlindung belukar yang kian berjenjang // kembali meregang //
ingin kulukis sebuah kesan, hingga merajah pesan
tapi mungkin Tuhan memang tak berkenan
hingga kisah ini pun tak pernah sampai
...padamu...juga Tuhanmu...mungkin hatimu...(ach...)

Selasa, 28 Oktober 2008

HARI YANG SEMPURNA

hujan, tercurah dari langit
siang ini ketika aku menanti
datangnya sahabat sejati

kerinduan yang dalam
kehangatan nan indah
keharuan penuh kisah

semua bak hujan yang tercurah
merembesi setiap dinding
tak terkendali

sahabat, kita pernah terluka
kau tetap saja bersahaja
sahabat, kita tak sepaham
kau selalu saja bersabar

kutunggu kau di sini, meski waktu kian tak berarti
karena kau, aku belajar untuk berarti

AMUK DOEA JANUARI

sejenak kusempatkan menatapnya//walau nalar membeku dan mulut terkunci
sentuhan rasa menguap pada senja//yang tersisa hanya kegelapan
letakan saja pada angin semua mimpiku//biar berlalu tanpa lengkingan syahdu

gemeretak jemari di dua januari//menyemai harapan di jingga langit
saat tapal batas terinjak//tinggalkan jejak//lalu terhenyak
sosok yang kutatap//seringai maut penuh hujat//menuai amuk

gemulai lembut tubuh menikam//senyum indah mencengkram jiwa
rangkaian makna tercecer//bersama limbah cerita luka
pada Tuhan aku bertanya//meski aku tak pernah bicara pada-Nya

di antara logika yang berlumur dosa//kuselipkan kebenaran yang terluka
entah cinta atau mungkin hanya do'a//agar kau selalu bermakna
dalam dada bahkan jiwa//merajah dalam ingatan pada cerita kita

sejenak kutatap...
sejenak kuingat...
sejenak kuharap...tak perlu lagi kuungkap
dua januari,....sebuah ilusi...

Jumat, 24 Oktober 2008

DI ANTARA TITIK DAN KOMA

kumulai hidup ini dengan bernafas//meski sesak tetap kupaksa//dengan udara yang tercemar
jejak yang samar kutelanjangi//masa depan yang suram kudatangi//masa lalu harus kuingkari
tak ada cerita yang kubawa//karena serpihan telah sirna//potret kujadikan hiasan

mengunduh kisah yang hilang//mayapada hingga dunia yang gila//dengan irama tak bergelora
kucoba untuk mencerna//setiap bilangan tanpa makna//gerah merambah dan terluka
menyadap jiwa yang gersang//memangkasnya dengan hujan//di kemarau yang panjang

hidup adalah usaha untuk mati//dan mati adalah kehidupan nan abadi//cukup menunggu
gugurkan waktu//buahi senja//dihiasi semerbak atsiri
merebah di tanah yang memerah//dengan langit yang menghitam//bersama kebimbangan

di antara titik dan koma//kita berjumpa...

Rabu, 22 Oktober 2008

KRISIS DI BELAKANG KANTIN

Belum hilang dari ingatan kita dan juga belum selesai kisahnya hingga kini, badai krisis telah kembali. Berawal dari krisis ekonomi Amerika Serikat, biangnya globalisasi, hingga akhirnya sampai lagi di negeri kita ini. Aku pikir lebih enak bahas yang lain saja. Seperti biasa, sebelum masuk kerja aku biasanya nongkrong di belakang kantin kantor dengan beberapa teman, sambil menunggu jam kerja sekaligus juga menghindari acara briefing yang sering kita sebut sebagai praperadilan. Karena di praperadilan itulah biasanya para juragan "mengomentari" (dengan tanda kutip) hasil kerja kita, dan biasanya para pencari muka beradu mulut dengan mesra di ajang ini. Muak juga kalau mengingat hal itu. Oh iya, kami ada tujuh orang yaitu; Aku, Kumkum, Ichunk, Dekok, Faiz, Uje, dan terakhir Tugi (semua bukan nama sebenarnya demi menjaga kesucian). Kami sering dianggap sebagai kaum oposisi di kantor karena seringnya kami mengkritik kebijakan-kebijakan dari pemerintah maupun dari pihak manajemen perusahaan di mana kami bekerja.
Sebenarnya tempat ini tidak layak untuk menjadi tempat nongkrong, selain tidak ada tempat duduk (jadi kalo mau duduk seadanya aja, dan aku jamin lumayan pegal), juga tidak ada peneduh yang "established" karena kami hanya mengandalkan sebuah pohon yang hingga detik ini masih menjadi perdebatan mengenai namanya. Ada yang mengatakan pohon Sukun tapi sebagian lagi mengatakan bahwa itu sebenarnya pohon Kluwih. Aku sendiri tidak berpihak pada siapapun, dan aku memang tidak peduli pada perdebatan tersebut. Kami bertujuh secara kebetulan tidak bekerja di departemen yang sama. Aku sendiri di Finance & Accounting, Kumkum di HRD, Ichunk dari Quality Control, Dekok di Quality Inspection, Faiz di IFP, Uje dari GA dan Tugi di PPC. Entah bagaimana awalnya kami tiba-tiba seperti mendapatkan wangsit untuk saling mengenal dan menyukai tempat yang sama.
Hampir setiap hari kami pasti berkumpul di tempat tersebut dengan jumlah tetap, tujuh orang. Bahkan jika saja dalam satu hari salah satu dari kita tidak nongkrong, rasanya pada saat bekerja terasa sekali ada yang kurang. Dengan kata lain rasanya ada yang ngga afdhol, layaknya ke Mekah tapi ngga singgah ke Madinah. Benar-benar tempat ini begitu addictive bagi kita.
Berbagai hal pernah kita bahas di sini, dari kelakuan dan kebijakan bos yang terkadang lucu bahkan menggemaskan. Hingga tingkah laku anggota dewan, presiden, wakil presiden dan pejabat-pejabat publik yang (pasti) menjijikan. Atau, ehm, seperti biasanya laki-laki kalau nimbrung tidak lepas dari mengartikan sosok yang namanya perempuan, walalupun aku juga terkadang sadar bahwa yang kita lakukan sudah menjurus pada sexual harrashment (sorry yah para perempuan sedunia). Namun, memang itu lah yang benar-benar bisa memberikan nafas segar bagi kita yang tercekik oleh rutinitas.
Akhir-akhir ini yang menjadi headline di belakang kantin adalah krisis ekonomi yang tengah menari genit di dunia. Dengan latar belakang dan perspektif (bahasa kerennya) yang berbeda, kami mencoba untuk saling berargumentasi bak kaum intelektual yang biasa nongol di televisi dan berbicara dengan gaya bahasa yang tidak mudah dipahami.
Ichunk yang lulusan STM menganggap bahwa krisis yang sedang terjadi di Amerika tidak akan pernah melanda kita yang tinggal di Indonesia. Dia beranggapan bahwa Amerika itu jauh. Lain lagi dengan Tugi, sebagai mantan santri di sebuah pesantren mengatakan bahwa gonjang-ganjing ekonomi yang terjadi di negeri kaum kafir itu merupakan balasan dari Allah SWT atas perbuatannya menyerang Irak dan menyengsarakan kaum Muslim. Faiz yang memiliki usaha jual beli kendaraan bekas, berpendapat bahwa krisis yang saat ini terjadi karena barang-barang yang harganya tinggi hingga tidak terjangkau oleh pembeli, makanya dia selalu menyarankan untuk membeli barang-barang bekas saja. Faiz menambahkan bahwa dengan membeli barang bekas maka kita telah membantu usaha kecil masyarakat seperti dia. Uje yang hanya mengecap pendidikan hingga SMP dan memiliki kebiasaan menenggak minuman keras (sorry uje tapi kutulis ini untuk menambah seru saja) lebih menekankan persoalan pada kerakusan kaum kaya yang menimbun barang-barang sehingga harganya naik. Makanya dia bercita-cita untuk menimbun minuman keras supaya kalau sudah susah didapat, selain untuk dikonsumsi sendiri juga dijual dan ia akan cepat kaya.
Kumkum, sebagai mantan aktifis sebuah partai di tingkat kelurahan mengatakan bahwa krisis ini lahir karena masyarakat sudah menjauh dari nilai-nilai kejujuran. Dengan gaya layaknya orator partai politik yang sedang berkampanye, ia menambahkan bahwa dari orang susah hingga orang yang kaya, dari umat sampai dengan imamnya, dari rakyat dengan pemimpinnya, semua sudah tidak ada lagi yang bisa mengatakan kejujuran. semua penuh dengan kebohongan, kepalsuan, money politics, manipulasi hingga semuanya kemudian berakumulasi yang akhirnya menimbulkan krisis. Kumkum pun yakin jika krisis tersebut akan sampai di negeri kita tercinta ini, meskipun dampaknya tidak akan sehebat krisis tahun 1997. Karena yang terkena lebih dulu adalah negara yang disebut sebagai negara kaya. Dengan demikian, akan lebih cepat penyelesainnya. Dekok menimpali, ini karena kesalahan sistem yang salah atau dengan kata lain mismanajemen (salah urus), tanpa melanjutkan argumentasinya.
Aku sendiri malas berkomentar, yang jelas kurasakan adalah naiknya cicilan rumah dikarenakan penyesuaian bunga kredit bank oleh Bank Indonesia hingga 15%. Aku hanya mendengarkan mereka saling bersilang pendapat dengan diselingi sendau gurau. Tiba-tiba, primadona kantor lewat dengan langkah anggunnya. konsentrasi kawan-kawan pun buyar, pembahasan krisis pun usai, yang tersisa hanya decak kagum dan lelehan liur yang dipaksa ditelan. Memang, hanya dia yang mampu menghentikan putaran dunia kecil di belakang kantin ini. Atau mungkin memang krisis keimanan lebih dahulu tiba di sini. kehidupan pun berlanjut. Wassalam

Senin, 20 Oktober 2008

TERBUNUH RUTINITAS

I
Entah kenapa hari ini rasanya menjadi hari yang paling membosankan dalam hidupku. Biasanya sebatang rokok dan secangkir kopi mampu mengusir kepenatanku. Kali ini tidak. Sudah berbatang-batang rokok kuhabiskan, jenuh tetap saja sabar menunggu hariku ini. Di mejaku bertumpuk berkas-berkas kerjaan yang rasanya malas sekali untuk kusentuh. Yach, krisis global membuat kerjaanku tak pernah selesai. Mengulang kembali hitungan cost production! Dollar selalu menjadi biang kerok! Setiap kegenitannya selalu membuat aku repot, tarianmu seakan menjebak waktuku. Kau memang biadab! Waktuku tersita hanya untuk melihat pertunjukkanmu belaka. Keparat!
II
Aku mencoba mencuri waktu. Tapi jenuh ini tetap saja tak bergeming. Dan aku juga seperti tak mampu lagi melawan, pasrah pada kenyataan yang menjebak. Kucoba untuk mengingat kembali apa yang pernah kulakukan untuk membunuh jenuh. Namun, aku yakin sudah semuanya kulakukan, tak ada yang mempan. Kuputar lagu-lagu Pearl Jam dari album Ten, Versus, Vitalogy, No Code, Binaural, and more...sama saja! Lalu kucoba yang lebih suram: Alice in Chains lewat Push Me Down, Rooster, Would?, Man In The Box and more...tetap sama! Kubongkar lagi koleksi lagu dalam PC-ku, rasanya tidak berubah, tetap membosankan. Jengah!
III
Mungkin aku harus review kembali tujuan hidup dan cita-citaku. Ach, memang ngga nyambung tapi memang menarik jika kita memikirkan kembali apa makna hidup kita ini. Dari pagi berangkat ke kantor, lalu bekerja, kemudian pulang terus istirahat dan esoknya mengulang hal yang sama. Semua demi mempertahankan hidup, prestise, status sosial, jabatan dan bla, bla, bla. Semuanya tak ada yang terbawa ketika kita mati meninggalkan dunia yang fana ini. Siapapun kita yang terbawa hanyalah amal perbuatan. Semoga...Amien.




Jumat, 17 Oktober 2008

DI TAMAN KOTA

kupajang tanda tanya
tepat di antara dua kelopak mata
terselip di keriputnya kulit

aku jengah pada senyuman
yang terpampang di pinggir jalan
dengan wajah seolah berwibawa

Sabtu, 11 Oktober 2008

MEMAKNAI NAFSU DENGAN RUPIAH

aku terpilin
tak bisa lepas
memagut jiwa yang lelah
membuncah rasa
mengepak sayap
meradang peluh
menguak polah
...kau begitu indah...

aku mendesah
begitupun engkau
meski dengan helai rupiah
kau begitu sempurna
nalar yang terjajah
logika terus terdesak
senyummu selalu merekah
...kau undang hasrat...

semua tak terasa
berlalu dengan sengaja
pengalaman yang begitu menggoda
walau rupiah harus selalu ada
agar nafsuku bisa bermakna

CATATAN PADA KENYATAAN

di tepian jaman menunggu
perdebatan teori-teori yang mendewasakan
tanpa jawaban yang mampu menidurkan

mata yang buta menyaksikan
kaki yang lumpuh berjalan
telinga yang tuli mendengar
dan mulut yang bisu bicara

tak ada kebenaran yang datang
kesejahteraan hanya ungkapan
tak pernah tiba kedamaian
karena penindasan adalah harapan

teori tak pernah bisa menjawab
karena jawaban tak butuh alasan
jaman tetap akan berjalan
dan keberpihakan ada pada sang pemenang

LUKA OKTOBER 65 (TUMPAS KELOR)

bau amis darah masih menyengat
di antara asap mesiu yang menggumpal
ada amarah yang dibalut dendam

tak ada alasan karena memang tak suka
tak ada harapan karena memang tak ada jalan
semua harus terbalaskan dengan suka cita

pekik kemenangan menjadi tangisan korban
kebiadaban adalah tanda majunya peradaban
karena kekalahan menjadi nilai kemutlakan

aku saksikan di abad ini:
bahwa dendam masih merajah
bahwa korban masih terluka
bahwa kekuasaan masih menindas

DI SUDUT BENDUNGAN SAGULING 2008

awan menghitamkan langit
kelamkan waktu yang bergulir
saat aku terduduk di hilir sungai
menertawai diri dengan getir

rumput bergoyang menari peperangan
menolak cengkeraman tanah
seekor belalang hinggap di batangnya
menggelitik sang pohon agar tertawa

air tenang berjenjang sembunyikan kebuasan
jarak pandang yang terhalang tak kuhiraukan
karena bayangan memukau hingar otakku
dan angin menghibur panas tubuhku

Rabu, 10 September 2008

...BEGAH...

...ckckck...
aaaachhh...!
...fuih!

pada waktu yang sama
kuabdikan setiap pori-pori
yang bersemayam dalam raga
tak ada yang berubah
karena memang tak harus berubah
kujadikan kau nafsu birahi
yang selalu setia untuk bersenyawa
merangsang butir libido hingga memuncak
......................................

aku...begah...

BUNGA DI PADANG ILALANG

bunga indah mekar di padang ilalang
hijaunya rumput dan merahnya tanah
kontraskan kebungkaman jaman
sepanjang perjalanan kupu-kupu dan belalang

bunga mewangi senandungkan angin
gemericik air dan dedaunan yang hijau
menebar waktu di sunyinya gemintang
melingkari benih yang tak berkelamin

memindai lugunya malam
...kucerna indah dan wangi bunga

Kamis, 28 Agustus 2008

BERTANYA PADA TUHAN

tuhan, mengapa kau lahirkan aku di negeri ini
yang penuh dengan kepalsuan dan kedengkian

tuhan, mengapa kau ciptakan negeri ini
dengan pemimpin yang bodoh dan rakus

tuhan, mengapa kau biarkan aku di negeri ini
terjerembab tanpa melawan tinggal terpendam

tuhan, aku sudah tak mampu lagi untuk bertanya
maafkan aku...

Sabtu, 23 Agustus 2008

POLAH KATA

bisik
membisik
lalu dibisiki

caci
dicaci
tinggal mencaci

hapus
dihapus
hanya menghapuskan

cinta
dicintai
lupa mencintai

benci
dibenci
selalu membenci

aku
diakui
haruskah mengakui?

BUNGA PERSEMBAHAN

kupersembahkan bunga ini untukmu
yang telah memaknai hariku dengan cinta
meski sesaat tak perlu ada rasa penat
karena makna lebih dari sekedar hasrat

kupersembahkan bunga ini untukmu
yang telah memapah langkahku dengan sayang
meski jalanan tak semua tertapaki
karena kehidupan tak harus denganku

terima kasih yang tak terucap
tak berarti lupa yang mengangkanginya
karena yang tersisa mencoba untuk merangkai
hasrat yang tersesalkan

cukup untuk saat ini,
karena semua tak harus kembali
kupersembahkan bunga ini untukmu
melukai keangkuhanku pada dirimu

PELUH KEHIDUPAN

turuni lembah yang landai
mencoba jajaki hidup dengan tatapan
pada mekarnya bunga yang berkembang
memilin setiap jemari menyatukan impian

kutemukan onggokan tubuh
diantara sampah yang tercecer
dengan geliat musik pesta kemarahan
hingar bingar tulikan perasaan

pelacur berjalan diterangi kegelapan
diiringi denting gelas dan aroma arak
wajah sang pemuja mengulum senja
menyetubuhi waktu cukup dengan nafsu

tetesan rejeki mengalir diantara rerumputan
aroma lendir mengakhiri kenikmatan
pekik yang menggema mengalun surut
menyisakan kesumpekan yang menggumpal

peluh...
hanya..peluh
menggelinding dan berpolah
ah...peluh
kau temani aku disetiap kesempatan
dalam kehidupan yang tak terpikirkan
memang...peluh
kau tak perlu merasa berdosa
karena kau kenyataan ternilaikan

BIARKANLAH

aku tak perlu tubuhmu
biarkan aku selami dalamnya hatimu

aku tak perlu sentuhanmu
biarkan aku telusuri hangatnya bibirmu

aku tak perlu hasratmu
biarkan kepasrahan menghujat akalku

dan biarkan aku tenggelam
agar kekecewaan membunuhku

Jumat, 15 Agustus 2008

PARTAI POLITIK NEGERI INI

wahai partai politik,
tak beda dengan itik
yang berjajar sambil berisik

wahai partai politik,
janjimu memang basi
hanya kumpulan mimpi

wahai partai politik,
aku sudah muak
melihat tampang keparat

wahai partai politik,
surga bagi para pendusta
sampai mulut penuh busa

wahai partai politik,
kupikir memang tak ada guna
hanya rangkaian tipu daya

wahai partai politik,
ehm....ehm....ehm
tak perlu lagi bicara

Senin, 11 Agustus 2008

MENGGENAPKAN KEYAKINAN

genap sudah setiap keganjilan
kuserap setiap fakta dengan logika
dari kabut hingga asap yang bernyawa

dinginnya malam kugenggam
panasnya siang kucengkeram
kehidupan masih terbentang memendar

tanah yang kupijak dan langit yang menaungi
dengan nazar terpahat dinding hati
keyakinan demi keyakinan menghampiri

kutetapkan pada jalan yang terlewat
menapaki kembali setiap persimpangan
yang mungkin menyesatkan hasrat

kubersimpuh
kubersujud
kuberdo'a
kubermunajat

...demi sebuah ampunan

YANG TAK KUMENGERTI

kumainkan setiap bidak
dengan gaya yang kusuka
meski langkah tak ada yang mudah
berjingkrak terkadang menjebak

selamatkan sang raja!
korbankan yang ada!
jangan sampai menyerah
sebelum semua berdarah

menebar senyum sang raja
dengan langkah yang anggun
tanpa malu bergeser satu-satu
saksikan punggawa yang berjibaku

benar-benar tak kumengerti

Jumat, 08 Agustus 2008

WAHAI WAKTU

tolong bangkitkan aku
dari terpuruknya masa lalu
yang merantai tubuh
membedah jengkalan ruh

tolong terbangkan aku
hindari datangnya hari
yang terus melingkari
mencerna setiap jejak kaki

tolong benamkan aku
jika memang kau anggap perlu

tolong aku
bantu aku
lalu bunuh aku

wahai waktu

INGATAN (FROM ONJUKU TO PANGANDARAN)

debur ombak menanti kesaksian
pada malam panjang yang bersemayam
diantara ribuan pantai yang tergelar

kala kau disisiku,
nyanyian angin mendesir, mencumbu setiap kata
pasir yang mengotori telapak kakimu, enggan lepas
tak beda dengan aku

sinar rembulan legakan perasaan
dalam rindangnya bintang gemintang
merona langit yang terhampar

kala aku disisimu,
serpihan karang berserak, memagari hasrat
begitupun dengan cerita yang berdengung
diantara renyahnya tawamu

kini aku sendiri, sepi, hanya bermimpi
di pantai onjuku yang tak kukenali
hanya suasana yang melingkari
membangkitkan ingatanku kembali:
padamu dan keputusanku
lalu aku hanya mampu membisu
karena kenangan tak bisa menyatu
demi sebuah luka baru

maafkan aku,

Selasa, 05 Agustus 2008

SENYUM YANG TERBAWA

bodohnya aku,
tinggalkan kenangan di pesisir pangandaran
membuang harapan di lereng tangkuban parahu

tololnya aku,
mengumbar janji di sudut kota Bandung
mengikat hasrat di barat Batujajar

bodoh dan tololnya aku,
semua berlalu
yang terbawa hanya senyummu
terpajang diantara bingkai masa
guratkan luka di ujung sesalku

aku memang bodoh,

Selasa, 29 Juli 2008

HANYA KATA BELAKA

banyak cara memendam hasrat
begitupun membunuh waktu

tapi mimpi tak mungkin kulukai
begitupun dengan harapan

mungkin semua hanya kata belaka
namun hidup bukan rangkaian kata belaka

ada makna yang tersirat
ada arti yang tersurat

DIAM SAJA (SENANDUNG AKHIR BULAN)

tak pernah kutunggu pagi
karena ia akan menghampiri
meninggalkan malam
dengan anyir darahnya

melimpah ayat-ayat do'a
sejajar dengan jumlah makna
yang tertelan dalam perjalanan
dan tertulis dengan untaian perasaan

hitam adalah pilihan
ketika putih sulit untuk dicerna
abu-abu hanya pajangan
dan warna tak harus jadi pegangan

merangkai cerita dengan diam
tanpa kata yang terbuang
tak perlu huruf yang menyiksa
hanya rasa yang bercengkerama

mengejar mimpi tanpa berlari
hanya diam laksana matahari
berputar di orbitnya dengan pasti
hanya waktu yang silih berganti

malam akan datang begitupun siang
pagi dan sore hanya jarak diantaranya
mengapa harus menjadi dungu?
menunggu sesuatu yang jelas membisu

diam saja, sudah cukup

Sabtu, 26 Juli 2008

NIE, AKU?!#*$...SUDAHLAH!

Semula…
“Sebenarnya, aku…aku sayang kamu”, dengan tergagap kalimat itu mengalun merdu dari bibir tipis, yang selama ini kunikmati ketika mencumbumu. Kini bibir itu mengoyak gendang telingaku hingga menjalari otak dan meracuni perasaanku. Aku hanya diam. “Kamu tega, aku ngga terima, apa salahku?” Air mata luruh dari kedua mata yang selalu kupandangi saat kucoba yakinkan dirimu. “Nie, kamu ngga salah, yang salah aku.”, kucoba jelaskan padanya dengan menyebut panggilan kesayangannya. “Dari sejak pertama kenal, akulah yang salah, karena aku yang memulai ini semua.” Isak tangisnya kian menjadi meronta mencoba mengingkari kenyataan. “Aku sadar banyak sudah yang kau korbankan demi aku, Nie.” Kutarik nafas panjang, “Dari sahabatmu yang membenciku, kawan-kawan yang selama ini membelamu hingga mantan pacarmu yang menganggap kamu bodoh, semua kamu jalani demi aku, Nie.” “Pengorbanan yang tak mungkin aku bisa bayar dengan memohon sepatah kata maaf darimu.” Kutatap tajam wajahnya yang kian kelam, “Sejujurnya, aku sayang kamu, Nie, tak perlu kau mengingat aku biarkan aku yang akan selalu mengenangmu dan kenangan itu akan kujadikan siksaan batin seumur hidupku.” Kuayunkan tanganku ke pundaknya, “Biarkan aku pergi, tinggalkan semua mimpi yang kita rangkai ini.” Sejumput senyum terlukis di bibirmu, senyum terindah yang pernah kulihat selama mengenalmu. Nalarku lumpuh hingga tak mampu mencerna makna senyummu itu, aku terkesima. Entah itu karena senyum terakhir yang mungkin bisa kulihat, entah karena suasana yang dramatis, entah karena memang aku tak tahu maknanya. “Cukup, aku sudah mengerti,” ujarmu dengan jari telunjuk yang kau tempelkan di antara hitamnya dua bibirku, seolah memintaku untuk tidak berbicara lagi. Ribuan kata bahkan jutaan meluap di otakku, tapi tak sepatah kata pun yang mampu merangsang lidahku untuk mengucapkannya. Keringat dingin melumpuri sekujur tubuhku, tiba-tiba badai kerinduan merantai hati. Aku bertanya dalam hati, mengapa belum berpisah namun aku sudah merasa berat untuk terpisah. Apa karena aku mengingkari dunia atau karena aku sayang padanya? Pertanyaan itu terus berputar diantara rongga-rongga otakku hingga aku bingung sendiri. Aku tetap berdiri, ketika ia membalikkan badannya sambil berucap,”Terima kasih atas semua yang pernah kamu berikan.” Dia melangkah gontai meninggalkan aku yang terpaku diam tak mampu bergerak…semudah itukah semua ini?

Waktu berlalu, seperti biasanya, tak ada yang sempurna…
Dan sejak itu, bayangmu selalu datang menggoda, menggiring setiap kenangan melintasi kelopak mataku. Semula tak ada rasa, namun begitu deras dan keras hantaman kenangan tanpa terasa kerinduan menyeruak diantara dinding hati yang retak. Menggelitik, menyentuh dengan lembut sanubari hingga terkadang menampar bahkan memukul kekosongan jiwa. Aku hakimi diriku tanpa pengacara, kujatuhkan vonis tanpa mempertimbangkan fakta bahwa aku telah berbuat bodoh, layaknya keledai yang selalu jatuh di lubang yang sama. Terkadang ada keinginan untuk mengajukan grasi padanya tapi ada dorongan dalam hati yang mengatakan tidak mungkin ia mau memberikannya, luka yang kutorehkan terlalu dalam hingga meninggalkan bekas yang tak terlupakan. Melakukan banding untuk meninjau kembali sudah terlambat. Tuhan memang menciptakan kecewa tidak pernah berada di pangkal peristiwa, ia muncul ketika fenomena sudah berlalu terhembus angin waktu.

Perjalanan pun beralih, dan peristiwa tetap mengalir…
Berbagai persimpangan kulewati, dari jalanan yang menjulang tinggi hingga turunan yang curam. Kutapaki setiap dinding dan kutinggalkan jejaknya dengan harapan suatu saat akan kugali kembali artefak-artefak diri di situs-situs yang kubangun. Tapi dirimu tetap sulit untuk kulupakan, terkadang aku berpikir dengan logika terbalik, mungkin aku yang sebenarnya terluka bukan kamu. Kenyataannya, yang dihantui penyesalan hanya aku, atau ini hanya pembuktian atas sumpahku untuk selalu mengenangmu. Tak pernah kutemukan jawabannya, what the fuck is this world? (Porch by Pearl Jam). Andaikata saja kamu bisa menyadap perasaanku saat ini, kamu bisa dengar setiap ungkapan jiwa yang berkelindan dalam nuraniku yang terdalam. Mengapa kejujuran ini tak pernah bisa kupertahankan? Once upon the time I could control myself and once upon the time I could lost myself, but once upon the time I could love you (Once by Pearl Jam). Kehidupan memang sebuah misteri, bisakah kau katakan yang terjadi kebetulan belaka? (Maharencana by Cupumanik). Karena aku yakin setiap peristiwa memiliki makna tak ada satupun fenomena yang nirmakna.

Ruang berpindah, berjalan seiring dengan kebutuhan…
Ada masa ketika kita ingat pada kejadian silam, namun terkadang ada masa kita merancang masa yang akan datang. Semua berpijak pada waktu. Masa lalu yang kelam (memalukan, mengecewakan, dan negative phenomena lainnya) selalu kita delete dari ruang ingatan. Berbeda dengan ingatan yang cerah (membanggakan, lucu dan positive phenomena lainnya) menjadi kebanggaan yang selalu kita tayangkan dalam setiap kesempatan. Namun, dari yang mengalir, sosok dirimu tak pernah larut atau hanyut. Bayangmu selalu mengambang meski tanpa arah di antara genangan kenangan. Posesif? Mungkin. Ilusif? Mungkin. Halusinasi? Mungkin. Melodramatic? Bisa jadi. Ambisi? Boleh juga. Layakkah aku memintamu kembali dengan alasan melodramatic dan ambisi yang mendasari? Can you feel their laughter? How quick the sun can drop away…of what was everything…(Black by Pearl Jam).

Pada suatu ketika…
Kamu adalah perempuan tercantik yang pernah kukenal, ach, alasan yang standar. Ehm, kamu adalah perempuan terbaik yang pernah kumiliki, the best I ever had. Ach, terlalu mengada-ada. Oh iya, kamu adalah segalanya bagiku, rasanya tidak mungkin. It’s just bluffing statement, so what gitu lho? Tak ada satu pun yang mampu kujadikan jawaban atas penampakan dirimu dalam rangkuman sejarah hidupku. Semua jawaban itu terlalu muluk, tidak membumi dan hanya memposisikan aku sebagai penikmat belaka. Kamu bukan yang tercantik, kamu bukan yang terbaik dan kamu pun bukan segalanya bagiku. Begitupun eksistensiku pada dirimu. Hari yang sungguh menyebalkan dan waktu yang membosankan. Lebih baik aku tidur saja untuk bermimpi.

Satu tahun…dua tahun…tiga tahun…empat tahun…lima tahun…enam tahun…tujuh tahun…menggelinding…
Tujuh, angka favoritku. Entah apa penyebabnya, aku begitu suka dengan angka tujuh. Mungkin karena langit ada tujuh lapis, mandi kembang tujuh rupa dari air tujuh sumur, seminggu ada tujuh hari, berangkat sekolah/kerja jam tujuh pagi, apel malam minggu mulai dari jam tujuh malam, ada tujuh keajaiban dunia, peringatan kematian tujuh hari (tahlilan), ada tujuh tingkatan surga dan neraka, kucing memindahkan anaknya sebanyak tujuh kali dan tujuh-tujuh lainnya. Yang jelas, angka tujuh begitu eksotik dalam kehidupanku. Meskipun tak selamanya angka tujuh memberikan yang terbaik buat diriku. Seven magnificient or seven miracle (EBL = English Blepot Language = Inggris sapẻnaẻ cangkemku wae). Sakralisasi angka tujuh dalam diri, untuk urusan satu ini aku cukup narsis, ujar seorang kawan karibku beberapa waktu lalu. Tapi, sumpah demi Allah tak pernah kumengerti mengapa aku begitu tergila-gila dengan angka tujuh (sevenhyperholicmaniac). Aku pun sadar, bahwa rasa itu seperti apa yang kurasakan pada dirimu, aku jadi ingat kamu lagi. Tujuh tahun berlalu tanpa dirimu, benar-benar tak terasa. Apa yang sedang kamu lakukan saat ku mengingatmu? Kamu sudah pasti tak peduli…

Nie,
Aku tersesat dalam pilihan
Entah karena buta mata hatiku
Entah karena tuli telinga naluriku
Entah karena lumpuh kaki hasratku
Semua terbelenggu nafsu

Sekalipun kamu bisa mengerti
Jalan itu tak mungkin terlalui
Sekalipun kamu bisa pahami
Jurang itu tak bisa terlewati

Kutinggalkan dirimu tepat di tengah persimpangan
Di antara dua pilihan yang memandang ke depan
Permainan kata yang tak biasa membahana
Di antara segenap cinta yang membara

Di titian ini akhir perjalanan kita
Kuseberangkan dirimu untuk terbang menjauh
Mengepakkan sayap indah berwarna keemasan
Menuju kebahagian yang termimpikan

Kuakui tak pernah bisa memungkiri
Aku cinta kamu
Aku sayang kamu
Aku peduli kamu
Lalu aku lukai kamu

Cukup kupendam rasa ini, memendar dalam jiwa
Kupandangi kepak sayapmu yang terakhir
Hingga desir anginnya tak terasa lagi menerpa wajahku
Kau menjauh, moksa dalam pandangan mata hati

……………….aku terbangun!“Gila, jam berapa nih!” setengah jiwaku tergoncang hingga aku sedikit terlihat gila. “Tenang bos, baru juga setengah enam,” temanku coba menenangkan. Aku langsung berlari ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Ach, kenapa aku harus terlambat lagi, batinku mengeluh. Dan seperti biasa, rutinitas kembali membelenggu waktuku, tapi paling tidak aku bisa melupakan kamu untuk sesaat. Terima kasih Allah, kau sudah ciptakan cerita diantara aku dan dia. Dan terima kasih untukmu telah berkenan menerimaku sesaat. Nie, aku…? Sudahlah.

CATATAN PAGI INI (29 JUNI 2008)

cerah pagi mengusik mimpi
karena sang surya bangunkan kesadaran
akan datangnya hari ini
dari kemarin menuju masa depan

ungkapan rasa memuntahkan asa
lahirkan semangat perjuangan
dengan kepastian yang menantang
pada luapan keyakinan

kubuka setiap jendela hati
mengundang segarnya embun
yang bergulir diantara rimbun dedaunan
dan rerumputan yang hijau merangsang

kehangatan jiwa menyatu
diantara serpihan waktu yang terurai
mengikis kelamnya nuansa
gagalnya sebuah harapan

pertemuan yang berlalu dan perpisahan yang berjalan
diantaranya aku melangkah
ibarat pujangga suratkan setiap pengalaman
kucoba lebih bijak hadapi setiap realita

meski kata penuh cinta
karena benci mungkin mengisi hati
kubangun kepastian hidup
meski harus sendiri kutapaki

Selasa, 22 Juli 2008

SENJA YANG KUTUNGGU

entah mengapa kusuka senja
mungkin karena kesadaran atau hanya kumpulan ilusi belaka
atau karena makna yang terekam dalam jiwa
menggurui setiap jengkal logika yang termuntahkan

entah mengapa kunikmati senja
mungkin karena sunset yang merahkan cakrawala dengan indah
atau karena pemandangan yang mempesona
menipu setiap sorot mata raga yang terurai

mungkin...
tak perlu kurasa karena hanya fenomena biasa
tak perlu kujaga karena hanya waktu yang bicara
tak perlu kuraba karena pengalaman yang cerita

senja yang kutunggu
jelanglah aku di pintu gerbang
meretas jalan menuju merdeka
dengan kebebasan nan kekal

senja yang kutunggu
menarilah dengan anggun
demi aku
demi keyakinanku

senja yang kutunggu
ah, kau begitu merangsang

MEMBAKAR BATAS

denyut nadi hari ini masih mewarnai waktu
mengukur jiwa setiap insan yang bernafas
memuntahkan nurani yang menggelepar
hitam putih pusaran dalamnya kubangan

seringai kaum dusta menggugat alam
kelakar ayam pejantan melubangi luka
jejak pertikaian masih menganga
diantara derasnya hujan senja

hanya membakar batas yang terenda

Kamis, 17 Juli 2008

...KETIKA...MUNGKIN HANYA...LEWATI SAJA...

suara itu masih menyapa
dalam kesunyian yang mengakar

bayangan itu kerap terpajang
ditengah kelamnya dinding jaman

airmata mengaliri setiap cerita
meski hanya pengulangan logika

jiwa-jiwa yang pongah membusungkan luka
cumbui datangnya senja dengan mesra

kecup hangat dan lesung pipit
tidurkan nafas selimuti mimpi

lewati saja
ini hanya perjalanan yang melingkar
yang berujung pada kematian
ketika raga memisahkan dunia
mungkin hanya amal yang terbawa

lewati saja
batas senja...

Selasa, 15 Juli 2008

LELAH...MUNGKIN AKU SUDAH LEMAH...

Tidak ada satupun perjalanan yang tidak melelahkan. Apalagi menjalani kehidupan, ditengah-tengah pertarungan berbagai perbedaan yang dikemas dalam bungkusan logika dan ditawarkan dengan argumentasi yang menggiurkan. Semua terlihat benar dan betul, entah itu kebenaran atau kebetulan, atau kebetulan benar, kebenaran betul, atau kebenaran yang kebetulan, atau kebetulan dengan kebenaran. Di mataku semua samar, penuh arti tapi tak bermakna. Semua merasa diri paling benar, meski kemudian menjadi sebuah kebetulan belaka. Lalu dimanakah kebenaran yang hakiki? Hampir setiap kepala yang kutemui memiliki alasan yang mencengangkan ketika ia memaparkan apa yang menurutnya benar. Aku tidak pernah tahu dari mana pendapatnya berasal. Atau mungkin memang seharusnya aku tidak perlu tahu. Hidup memang perjalanan yang melelahkan, seperti tak berujung, sekalipun ada ujungnya mungkin tak tergapai, kembali semua samar.
Di depan pos satpam kantorku nampak seorang ibu berjualan nasi uduk, dia sudah begitu tua, umurnya mungkin dua atau tiga kali umurku. Setiap harinya ia dengan sabar melayani para pelanggannya, termasuk aku. Pada satu kesempatan aku pernah bertanya kenapa sudah berumur tapi tetap masih bekerja. Dengan senyum ia menjawab bahwa hal ini tetap dilakukan untuk menambah penghasilan dan membantu suami demi menghidupi keluarga. Aku pun kembali bertanya bagaimana dengan anaknya, koq tega membiarkan ibu masih bekerja. Masih dengan senyum yang sama, ia pun menjawab, kalau hanya mengandalkan penghasilan dari anak, mana mungkin di jaman susah seperti sekarang ini bisa mencukupi. Ibu melanjutkan bahwa semua anggota keluarganya bekerja dan saling menyisihkan penghasilan untuk kehidupan bersama. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, Karl Marx (entah kenapa filsuf Jerman satu ini tidak pernah lepas dari serotin otakku), konsepsi komunal primitif (ini juga tidak pernah lupa), dan aku pun asyik dengan dialog dalam diri.
Tiba-tiba aku ingat pada ibuku (ach...standar, orang Melayu memang gandrung dengan melodramatik dan penyesalan yang terlambat), berjuang sendirian membesarkan ketiga anaknya hingga semua punya pekerjaan dan tidak pernah sekalipun meminta kembali apa yang telah diberikannya. Mungkin memang tidak ada bedanya setiap perjuangan sosok ibu demi sang anak tercinta. Lalu apa peran ayah? Ayah seperti terpinggirkan dari sistem keluarga atau hanya sebagai figuran belaka untuk mengisi sebuah keseimbangan hidup. Kupikir juga tidak sedramatis itu, figur ayah merupakan pelengkap kesempurnaan dari sebuah keseimbangan. Terciptanya dua kubu yang bertentangan (oposisi binner) menemukan keharmonisan ketika dua pertentangan tersebut menyatu dalam bingkai kasih sayang dan balutan pengertian (sok teoritik atau hanya sebuah perenungan belaka).
Dua kisah yang memang berbeda dan tidak memiliki kesinambungan, tapi memang hanya itu yang ingin kutuliskan saat ini. Saat aku merasa lelah karena mungkin aku sudah lemah. Lemah menikmati realita dan lelah menunggangi kenyataan. Mungkin juga ini adalah luapan frustasi yang mengungkung jiwa, atau mungkin juga sebuah bentuk pembunuhan pada waktu, entah lah. Yang jelas, saat ini waktu masih menari dengan tarian rangsangan agar aku tetap meniti tangganya mengikuti desahan nafas hingga nafsu.
Kujadikan ini sebagai catatan kebrutalanku, meski aku yakini bahwa setiap kisah hanyalah pengulangan belaka yang terus berulang dan berulang lagi...tak ada kisah baru. Karena dunia hanya sebuah bangunan yang berdinding waktu dan berlangitkan ruang. Putaran waktu hanya 24 jam! Dan ruang hanya selebar dunia...tak lebih dan tak kurang....atau mungkin tak bermakna layaknya tulisan ini...

Selasa, 08 Juli 2008

CERITA HARI INI HANYA PENGULANGAN KISAH BELAKA

Usai sudah rutinitas yang setiap hari membelenggu waktuku. Tiba-tiba seorang rekan kerjaku menghampiri ruanganku, di tutupnya pintu dengan setengah berbisik, "kamu bisa bantu aku ngga?". Setengah terkejut, dengan bahasa tubuhku aku persilakan dia mengambil kursi sambil penasaran aku bertanya, "Ada apa?". Dia seolah ragu untuk berkata, "Ah, lebih baik ngga jadi deh." Aku jadi penasaran, setelah setengah hari berkutat dengan kertas, komputer dan printer, ada rasa kerinduan yang memanggil hasratku untuk habiskan waktu untuk berbicara. "Kamu ini lucu, tadi katanya mau minta tolong tapi belum juga ngomong dah bilang ngga jadi, ada apa sih?". "Jangan bikin penasaran, kemarin tetanggaku kena serangan jantung gara-gara bikin aku penasaran." Dia masih terdiam, kusetel lagu dari PC yang selalu setia menemani hari-hariku, lagu yang sama yang anehnya aku sendiri tidak pernah bosan mendengarnya. Lagu yang selalu setiap menemani waktu luangku...Porch...of course Pearl Jam...

What the fuck is this world
Running to? You didn't
Leave a message
At least I could have
Learned your voice one last time.
Daily minefield
This could be my time
How 'bout you?
Would you hit me?
Would you hit me?

All the bills go by
And initiatives are taken up
By the middle
There ain't gonna be any middle any more
And the cross I'm bearing home
Ain't indicative of my place
Left the porch
Left the porch

Hear my name
Take a good look
This could be the day
Hold my hand
Walk beside me
I just need to say...

Hear my name
Take a good look
This could be the day
Hold my hand
Lie beside me
I just need to say

What can I take?
I just want to be
I know that I would not ever touch you
Hold you
Feel you
Ever hold
Never again

Aku sendiri ngga pernah tahu arti dari lagu tersebut dan tak pernah kutemukan jawaban yang terjujur kenapa aku suka lagu tadi. Yang aku tahu, Eddie Vedder sang vokalis dalam sebuah konsernya di Seattle pernah ngomong pada penonton, "This song is about if you love someone, tell him". Tiba-tiba rekan kerjaku memecah kenikmatanku mendengar gaharnya suara Eddie Vedder.

"Mas, saya ada masalah dengan pacar saya." Lalu akhirnya diam lagi, kukecilkan volume lagu, "Koq, ngomong sama aku?".
"Karena saya ngga tahu lagi harus ngomong sama siapa."

Rekan kerjaku itu memang seorang gadis yang manis, supel dan terkadang manja. Banyak orang di kantor suka padanya, tapi karena dia sudah punya temen dekat akhirnya mundur teratur. Aku sendiri ngga begitu dekat dengannya, karena selain beda bagian juga karena kerjaan yang menumpuk membuatku tidak sempat untuk sekedar melihat-lihat ke bagian lain.

"Terus, apa yang bisa aku bantu?"
"Ngga tahu Mas, saya juga bingung mau memulainya juga?"
"Kalo kamu bingung, aku justru lebih bingung lagi, mau kamu gimana?"
"Saya cuma pengen cerita, tapi Mas janji mau dengerin dan ngga ngetawain trus juga jangan bilang sama orang lain, janji Mas!"
"Syaratnya hanya itu, gampang lah, tapi sebelum kamu mulai bercerita aku ingin tahu dulu, kenapa kamu memilih aku jadi tempat kamu bercerita?"

"Sebenarnya ga ada alasan, cuma saya perhatikan di sini yang jarang ngomong cuma Mas."
Dengan sedikit heran aku pun bertanya, "Apa hubungannya?"
Ia pun hanya tersenyum manja dan berkata, "Karena menurut yang pernah saya baca, orang yang jarang ngomong itu bisa menyimpan rahasia."

Sebuah pendapat yang entah berdasarkan literatur apa dengan lancar keluar dari mulutnya, aku sendiri sebenarnya ingin menolak karena aku ingin menikmati waktu senggangku, tapi siapa sih yang tidak mau bicara dengan perempuan secantik dia, kapan lagi. Dia biasa aku panggil Mba Icha, karena aku pikir umurnya pasti jauh lebih tua, sekitar 2 hingga 3 tahun. Penampilannya cukup modis, hal ini tentu tidak terlepas dari tugasnya sebagai frontgirl sekaligus juga operator telepon di kantor kami.


Lagi-lagi tentang cinta (Lagu cinta melulu...Apa memang karena kuping Melayu...Suka yang sendu-sendu? - lagu Cinta Melulu by Efek Rumah Kaca). Aku sendiri sering mempertanyakan kenapa cinta menjadi persoalan ketika ia dianggap sebagai mata air keindahan yang menghiasi setiap desah nafas manusia.


Sambil membenarkan posisi duduk, aku pun bertanya, "Terus gimana ceritanya?"
Dengan raut wajah yang berubah ia melanjutkan ceritanya.

"Mas, saya punya seorang teman dekat, hubungan ini sudah berjalan sekitar 1 tahun, malam minggu lalu dia tiba-tiba ngajak aku untuk, hmhmhm, Mas pasti ngertilah maksudnya".

"Terus kenapa?", tanyaku
Aku melanjutkan, "Kalo memang kamu comfort dan no problem, just do it and clear, Ok".
Raut wajahnya berubah, "Koq Mas ngomongnya gitu?"
"Jujur aja, persoalan yang kamu hadapi itu di jaman sekarang ini, masalah yang standar."
"Maksud, Mas.", dengan penuh keheranan.
"Paling juga kamu takut hamil, hilang keperawanan, belum waktunya, ngga berani, atau yang standar ekstrimnya kamu sudah pernah dengan yang lain jadi kamu takut pacarmu yang sekarang tahu, that's a standard statement, girls", sembari kuambil sebatang rokok dan menghisapnya.

"Berarti Mas sudah sering ngalami ya?"
"Hahaha, jadi kamu cuma jebak aku dong", timpalku
"Ngga juga, saya cuma kaget aja".
"Aku kasih tahu ya Mba, ratusan mungkin ribuan bahkan jutaan perempuan di dunia ini dari jaman sebelum Masehi hingga detik ini ada yang pernah ngalami situasi seperti yang kamu hadapi." Kuteguk sedikit teh yang sudah dingin sambil menarik nafas aku lanjutkan ocehanku.
"Mba, semua kejadian di dunia ini cuma pengulangan belaka, tidak ada yang baru sama sekali, yang membedakan hanya ruang, waktu dan pelaku, itu saja Mba."
Dia terdiam.

Selasa, 01 Juli 2008

PELANGI DI LANGIT 2009

ada harapan di ujung penantian
memendar cahaya pesona
kasat mata mengulum senja
membelah makna pada batas logika
kau berwarna merah menantang jaman
dan dia menguning meniti waktu
ketika hijau bergerak menghela ajal
sang putih menggeliat manja di antara noda hitam yang merangkai do'a
mengharu si biru hiasi hidangan pagi
kemenangan adalah tujuan
kekuasaan sekedar mainan
kebijakan tak lebih dari rangkaian kata
karena kebajikan hanya liur yang terbuang
buih jargon, slogan dan propaganda mengotori gendang telinga
berbaris rapi merasuki jengkalan otak
diam...
diam...
diam...
mungkin lebih baik diam
atau mungkin harus tertawa
menyaksikan para badut yang bersabda
diam...
diam...
diam...
memang sebaiknya diam
...................................

Kamis, 19 Juni 2008

AKU MENGENANGMU, SAAT KAU LUPAKAN AKU

Baru seperempat perjalanan kulalui
Ceceran darah lukamu masih terbaca
Meski samar, luka yang kutorehkan
Dalamnya (mungkin) dapat kurasakan

Berawal dari kisah yang berdendang
Lagu-lagu yang mengalun nan syahdu
Dengan irama gambarkan keceriaan
Waktu yang berputar iringi petualangan

Dari rindangnya pepohonan jalan
Hingga remang kamar penginapan
Dibawah panasnya terik sang surya
Dan sejuknya keremangan lampu kamar

Kuurai setiap keindahan dengan kata
Merangkai setiap syair dengan bunga
Luapan rasaku membungkam logika
Bahkan norma terhisap oleh lupa

Di pertengahan hari cerita berganti
Karena pilihan menjejakkan kaki
Di persimpangan yang tak pasti
Walau kupahat setiap obsesi

Hari ini,
Aku masih mengenangmu, meski aku yakin kau (harus) lupakan luka
Aku masih mengingatmu, meski aku tahu kau (simpan) dendam lama
Dan esok akan menjadi hari ini karena kemarin adalah masa yang tersisa

Kutanyakan pada malam setiap tetesan darah
Yang kutemukan hanya kegelapan
Kujawab pertanyaan siang atas lukamu
Silaunya cahaya membutakan mataku

Dalam gelap dan kebutaan
Samar-samar kudengar kelembutan jiwa
Bahwa hasrat membelenggu raga
Hanya dengan sebuah pertautan rasa

Kau tetap di jalanmu dengan luka yang terlupa
Tanpa (harus) menoleh pada nostalgia
Sempat kusentuh dengan bingkai ragu
Langkahmu tetap terus melaju...
...Tanpa tangis
...Tanpa tawa
...Tanpa bayangan
...Tanpa khayalan

Kau awali kembali sebuah perjalanan
Bertolak dari titik-titik keyakinan
Menapaki serpihan asa yang berserakan
...dan aku luruh dalam ikatan kenangan

Sabtu, 14 Juni 2008

TIGA PULUH EMPAT TAHUN

34 tahun terlewati
telah kuhisap setiap kenyataan
meski tak semua tertelan
bahkan ada yang terbuang
dari duka penuh luka
hingga suka bertahta bahagia
dengan tangis yang meratap
dan tawa yang mengembara
ketika embun mulai tiba
hingga cahaya meredupi senja

34 tahun terlewati
berbagai sisi tlah kuhinggapi
dengan nalar, logika bahkan hasrat
bersama jiwa yang terlepas
mengukir waktu dengan kisah
memahat sukma dengan kata

34 tahun terlewati
pertautan jiwa dan realita
tanpa janji, bukan bukti
namun bungkam sunyi
ranah mimpi yang kugelar
tak terpungut semua
hanya sejumput ambisi tertata norma

34 tahun terlewati
bingkai kecewa terpajang
bernuansa cita
bahwa esok mungkin masih berharga
entah kecupan atau raungan
dengan harga yang tak terhingga

34 tahun terlewati
hanya ingkar yang disesali
karena pilihan selalu harga mati
yang menjebak setiap langkah kaki
meski selalu aku mencoba untuk terus berlari

34 tahun terlewati
dengan nafas yang tersisa
kutelanjangi malam dan kusetubuhi siang
demi sebuah petualangan panjang
menuju keabadian yang kekal

34 tahun yang terlewati
...adalah sebuah awalan...

(Meiji Shrine Inner Garden-15 mei 08, Japan)

Rabu, 23 April 2008

na...na..na...na (dedicated for SLANK)

na...na...na sebuah lagu kucipta
na...na...na tidak semua suka
na...na..na orang gila tertawa
na..na...na para badut bersendawa

hanya lagu yang kucipta tapi ada yang terluka
entah merasa atau hanya jaga wibawa
hanya nada yang berirama meski banyak yang sengsara
karena hanya itu yang aku bisa

na...na...na kualiri negeri dengan lagu
na...na..na tidak semua mesti terharu
na...na...na karena petinggi sudah bisu
na...na...na biar rakyat mati kaku
na...na...na tinggal singgasana
na...na...na penindas yang berkuasa
na...na...na nyanyian terbata-bata
na...na...na hanya itu yang kubisa

nanananannananannananan........

Jumat, 14 Maret 2008

MENANTI SENJA

separuh perjalanan sudah terlampaui
dengan kerikil yang tajam hingga jurang yang curam
dari bangunnya fajar sampai datangnya kelam
belahan fenomena menganga tak tertata

jejak-jejak tertanam dalam jiwa
mengukir setiap liku kenangan yang mengurai
satu pertanyaan mengalun nan merdu
akankah nafas ini tersisa kala esok?

tak pernah kuberhenti
karena waktu slalu tepati janji
sampai satu masa nanti
ketika degup telah mati

kunantikan senja yang indah
penuh dengan gairah
hingga kuyakin akan semua hikmah
bahwa semua kelak akan musnah

Kamis, 06 Maret 2008

...BLA...BLA...BLA...(JANGAN INDONESIA)

buatkan aku sebuah cerita
tentang sebuah negeri yang kaya
penuh dengan bahagia
tapi ingat:
JANGAN BICARA INDONESIA!
karena negeri itu penuh dusta!
pejabatnya banyak dosa!
semoga masuk neraka!

ADAKAH SELAIN CINTA?

serangkai kata tanya mengaliri dengan arus kebimbangan
diantara landainya keraguan
meluapi batas-batas keyakinan
antara nyata yang memendam hasrat

adakah selain cinta yang mampu melukai jiwa?
adakah selain cinta yang mampu menyisihkan asa?

mengurainya dengan airmata hanya sisakan dendam
memendamnya dengan waktu hanya endapkan sesal

adakah selain cinta yang mampu hadirkan dirimu?
adakah selain cinta yang mampu ciptakan indahmu?

adakah selain cinta?

Selasa, 19 Februari 2008

?????

naluriku tergugah oleh sepinya masa
ketika makna hilang dibingkai amarah
yang tersisa hanya jiwa yang tertatah
dengan sayatan yang memerah

diam tanpa makna dalam balutan haru
ditemani secangkir kopi baru
dengan sebatang rokok samsu
dan waktu masih seperti dulu

....aku masih kaku....

Jumat, 15 Februari 2008

UNTUK KAGUMKU PADAMU

biru indah matamu sayup menyahut bahasaku
penuh canda torehkan kesan
pada tatapan pertama hingga detik kian bermakna
aku diam terkagum

langkah merdu kakimu menyapa pandanganku
nuansa anggun lukai harap
pada tatapan pertama hingga detik kian bermakna
aku diam terkagum

disisimu aku hanya membisu
didepanmu aku hanya terpaku
dibelakangmu aku hanya bertutur sahdu

kau datang lalu pergi
entah kapan akan kembali
mengisi relung hati
yang terpatri

untukmu yang kukagumi
entah rasa atau jiwa?
yang kurasa hanya suka
entah logika atau fatamorgana?

Rabu, 30 Januari 2008

PENYESALAN TERAWAL

didekatku kau begitu indah
dipelukku kau sangat bergairah
dihasratku kau teramat betah
walau akhirnya harus terpisah

pada waktu mengukir janji
ketika proses semua diingkari
dalam suasana penuh sepi
walau nyata sisakan mimpi

kecewa yang terjaga
bersemayam di alur yang kujajaki
hingga persimpangan terlewati
tanpamu yang berhenti lalu berbelok

biarkan aku mengabdi pada kesendirian
sampai kesunyian menjadi Tuhan
lepaskan aku menghadiri senja
ketika penyesalan membunuh harapan

PADA KATA YANG TERTATA

mendesah dengan peluh yang melekat
diantara lingkaran keniscayaan
hadirnya semua sisi pada bentangan layar
gugatan takdir meracuni jejak samar
mengerucut di ujung serpihan masa silam
kesaksian menghujani ketika menyimpan luka
melumuri landainya keyakinan alam
romansa yang ditindas lalu dihisap menjelajahi warna
yang memerah terpedaya dalam ranah jiwa

alam bersabda dengan nyawa yang terinjak
menjerit seolah tertawa pada nirwana
melampaui batas yang harus diterima
karena dunia hanya rangkaian kata dan dosa
sejumput pahala dalam tong sampah
tak terpungut karena enggan untuk bersujud
mulut yang terluka dengan telinga yang bersahaja
walau mata harus lamur ketika hidung tersumbat
biarkan logika dengan nalar yang meratapi senja

merah hanyalah warna begitupun yang lainnya
lalu mengapa musti bertanya?
karena darahpun berwarna sama?
luka tak berarti duka begitupun cinta
dan mengapa harus kecewa?
karena dendam harus terbayar?

Minggu, 27 Januari 2008

RITUAL (by DOWNSET)

Do you know what it is like to run? Do you know what it is
like to live in fear? Because she knows what it's like to run.
Because she knows what it's like to live in fear. Rape ritual.
How can I stand in silence while you are raping my sister?
Ritual! Throw it in the wind because I ain't with that. Say,
what have we done with mother, sister, daughter, lover? Beat
them down to submission, into that corner of constant fear.
Humanity reduced to a sexual commodity, objectification,
pretty faces. Molded imagery damn they drop the dirty mack
demands. She's more than booty to me; bypass her sexuality.
Tradition, your sexism is what you want me to learn. Surrender
gender hatred, fade it to kill it, compassion returns. 1 out
of 3, and they say my sisters are free, incarcerated by hat-
red. Propagated by sodomny, continual ritual victimizing my
sister. Physical rape is psychological murder. Ritual! Jenny!
Ho! Slut! Trick! Bitch! Buddy! Terms that burn in our popular
brutality. That media camera's at you, trying to show you
what's up. Illusion magazine fantasy got you feinding to bust
a nut. Body identity suffocates in her nudity - she's dying
inside. Fashions asking won't let her be. Strip her to flesh
for apathetic male ego. You bet the set ain't down with your
wak. Rape ritual! We got to meet this hate with love. We got
to meet this hatred with love. Why do we fall for it, fuel it,
sexual violence equality? Please. So-called alternative move-
ment statistics never confess her wounded aloneness , internal
inferno, locked away calm diminishment. Sharon Stone, you
ain't all that. Madonna, you ain't all that. Sell you shallow
shock value charade is wak. Sister, put a fist in what's
expected of you. Deny! Defy! False definition of you too;
there's no excuse for this brutality or this lack of humanity.
rape ritual. I say I throw you into the wind. I say your
traditions mean nothing to me.

AKU HANYA INGIN

ingin kutanam kerinduan ini, jauh kedalam inti bumi
namun panasnya masih menjalar pada jiwa
ingin kubenam kangen ini, hingga menyentuh dasar lautan
namun dinginnya meresapi pikiran

ingin kuterbangkan cinta ini, hingga langit ke tujuh
namun sunyi tengah meradangi hasrat
ingin kumenjauhkan diri ini, pada ujung dunia
namun bayangan kerap menemani terlalu dekat

aku hanya ingin...semua berlalu
meski waktu tak berkenan menjawab kapan
aku hanya ingin...semua hilang
meski gema merasuki gendang telinga

kau terlalu berarti meski singkat
kau begitu bermakna walau terlewat
luka...hanya luka...yang kau catat
tidak lebih...
ingkar...hanya ingkar...yang kusesali
tidak lebih...

Selasa, 22 Januari 2008

PERSIMPANGAN PILIHAN

matahari bersinar begitupun dengan bulan dan bintang
lalu mengapa?
...jika malam matahari menghilang
...jika siang bulan dan bintang tenggelam

rotasi penuh makna atau hanya hamparan realita?
yang berjalan pada alur hukum alam

aku yang mencinta padamu dan dia
lalu mengapa?
...jika kau yang terpilih dia harus tersisih
...jika keduanya terpilih, kiamat seolah menanti

masalah memenuhi keinginan?
karena kebutuhan membangun kenyataan

persimpangan atau mungkin persinggungan?
pilihan atau hanya harapan?
karena kau tak harus menjadi dia
dan dia bukanlah kau

aku, kau dan dia
...tak harus memilih
meski pilihan berujung pada ketiadaan

Rabu, 09 Januari 2008

CINTA?

aku dan kau
...ada diantaranya...
dan kau tak harus memberi atau menerima

aku dan Nya
...ada diantaranya...
Nya selalu memberi tanpa aku meminta

aku, kau dan Nya
...dalam lingkaran...
entah dengan do'a atau takdir belaka

untuk semua cinta bukan atas nama cinta?

MEMBUNUH HARAPAN

ranting yang patah tak perlu lagi dipapah
hujan yang turun tak harus dipungut
meski daun menjadi layu
dan tanah semakin basah

harapan dalam genggaman, bunuh saja
walau rasa masih tersisa
karena luka terlalu menganga
mengisap semua cerita

biarkan...aku bersenggama
bersama kosongnya perjalanan
tanpamu dan bayanganmu
semua tanpa awal dan berakhir tanpa sejarah

hanya aku dalam figura
...terpilin halusinasi asmara
...terpenjara dinding kerinduan
...terpasung jerat penyesalan

harapan dalam genggaman, bunuh saja
karena senyum penuh kemenangan
terpajang indah di bibirmu
cerminkan luapan kekecewaan

...karena memilih, aku bunuh harapan...

Minggu, 06 Januari 2008

CINTA SEBATANG ROKOK

kunyatakan kau dari ribuan pilihan
berawal dari tatapan hingga perasaan
penuh pengorbanan tanpa tersisa
menggelar sejumput cerita tanpa tema

kenikmatan tanpa batas kau tawarkan
menemani kesenjangan waktuku
tawarkan kesetiaan merasuki jiwa
memacu hasrat menggugat mimpi

kunyalakan api dengan rasa
membakar nafsu yang berbunga
meski prematur nuansa romantika
dalam belukar keniscayaan

kau beri aku ketenangan ketika bersama
membaca rangkaian serotin otak
melumuri setiap hela nafas yang membuai
menandai kematian dengan senyuman

sebatang rokok sudah terlewati...

menyusuri pematang waktu dengan logika
mengumbar cinta mengulum cantiknya dunia
terang dalam badai, tafakur mengatur raga

deru nafas diantara asap yang menguap
merajut kata dengan keindahan
membuang sauh di dermaga kebahagiaan
meretas asa dengan sejuta pesona

separuh masa kupersembahkan
demi hari yang kian membara
memekarkan benih yang kutebar
membebani jengkalan luka

sebatang rokok sudah terlampaui...

...temani aku
...setubuhi aku
...liarkan aku
...butakan aku
...cumbui aku
...lelapkan aku
...tulikan aku
...rangsang aku
...gelorakan aku
...dan bunuh aku...

Sabtu, 05 Januari 2008

TEMUI AKU...ITU SAJA

lahirkan amarah yang telah kau kandung
dari rahim kebencian yang mengakar
agar riak itu menjadi gelombang
lalu temui aku...
biar kurasakan debur kedengkiannya
menggerus setiap inci tubuh ini
temui aku...
telanjangi akhlaq yang melapisi lautan nista
hingga lukamu kuselami
tanpa harus tersentuh atau kuhinggapi
tuliskan caci makimu pada darahku
agar mengalir ke jantung dan otakku
lalu temui aku...
aku bukan pujangga yang mampu ungkapkan kata menjadi syair
karena dusta telah menjadi saksi
aku bukan seniman yang jadikan syair 'tuk ciptakan merdu
hanya siulan-siulan parau
cukup...temui aku...itu saja

BUKAN AKU DALAM WAKTUMU

dalam hitungan detik kau berlalu...tidak seperti dulu
dalam hitungan menit kau menyapa...tak seramah dulu
dalam hitungan jam kau mendendam...sekeras batu karang
dalam hitungan hari kau merangkai...setiap luka yang menganga
dalam hitungan minggu kau mengurai...kata-kata dusta
dalam hitungan bulan kau habiskan...semua ingatan
tak ada yang tersisa hingga hitungan tahun kau menghapusnya...
dan hanya aku yang terhapus...dalam uraian panjang umurmu
karena bukan aku yang bisa memberi arti...dalam deru nafasmu
kau bunuh malam, bintang dan rembulan...agar aku terkubur
karena kasih tak harus kau terima
kau bungkam siang, matahari dan panas...biar aku terpasung
memendar lalu hilang
dari kenyataanmu, dongengmu, ceritamu, mitosmu, cintamu, lukamu...
...dan waktumu...

TAPAL BATAS KEYAKINAN

menguak cadar alam...menyerap rintihan belukar memendar cahaya surga...ketika ranah terjejak sukma sampah luka tercecer...mengurai halusinasi asa memapah langkah tertatih...dengan dendam membalut do'a
tetesan angin, hembusan air, tanah membara dan hamparan api menyatukan kekosongan jiwa...memeluk akhir cerita waktu yang tersisa...damai meluapi angkara mengoyak paksa nurani...memudar pandangan mata
di tapal batas keyakinan...keraguan menelan keniscayaan di tapal batas keyakinan...mengubur mimpi bernisan cinta

I'M BACK...

waktu berlalu di jalan yang sama, dimana aku berdiri dan terseret oleh rutinitas...waktu yang ada tak tersentuh sama sekali...ia berlalu...membunuhku...
rutinitas yang membungkam, aktifitas yang mencengkeram...dan asap yang melingkupi paru-paruku...sempurna...dengan kelengkapan ajal...
baru hari ini kutemukan sisipan dalam nafas yang dipaksa untuk menyempatkan diri menulis kebrutalanku...ironis...dan penuh kenisbian...
bohong jika aku katakan aku mengerti akan kehidupan!
dusta jika aku nyatakan aku paham akan kenyataan!
yang kumengerti hanya kepalsuan...itu hidup
yang kepahami hanya kemunafikkan...itu nyata
hanya itu yang bisa kumaknai...atas perhatiannya aku ucapkan terima kasih...